Home Report KMI Gelar Diskusi Publik dan Buka Bersama Dengan Tema :” Mencegah Politisasi...

KMI Gelar Diskusi Publik dan Buka Bersama Dengan Tema :” Mencegah Politisasi Isu Korupsi Di Tahun Politik

0
SHARE

Jakarta, REPORT INDONESIA – Kaukus Muda Indonesia(KMI) yang dipimpin oleh Edi Humaedi kembali mengadakan acara Diskusi Publik dan Buka Bersama dengan Tema :” Mencegah Politisasi Isu Korupsi Di Tahun Politik ” pada hari Senin(4/6/2018) di Kantor KMI Jl. Salemba Tengah No 59 B Jakarta Pusat, yang dihadiri oleh 3 narasumber diantaranya Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, Dari ICW, Donal Fariz dan Pengamat Politik Dari UIN, Adi Prayitno.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengharapkan agar di tahun politik, kepada para penegak hukum diantaranya Jaksa, Kepolisian dan KPK dapat menjalankan penegakkan hukum seiring dengan fungsi-fungsi pemerintahan yang artinya penegakan hukum bisa hening, berkepastian, teryakinkan tanpa mengurangi substansi maupun esensi dari penegakan hukum.

” Kita juga mengingatkan kepada semua pihak baik itu Polisi, Jaksa dan KPK bahwa kekuasaan penegakkan hukum itu adalah kekuasaan menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan,bukan kekuasaan yudikatif berdasarkan putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017,” tegasnya.

Menurut Arteria, keserentakan Pilkada itu tidak boleh diganggu, tidak boleh ditunda dengan alasan apapun. Makanya kita katakan tolonglah jangan berpolemik. Yang punya otoritas itu adalah negara.

” Kesepahaman Kebangsaan yang sudah dibuat oleh Komisi II DPR, Komisi III DPR dengan Polri, Jaksa, Pemerintah dan KPK, yaitu pasangan calon yang sudah ditetapkan sebagai paslon dalam pilkada, jika menjadi tersangka kasus korupsi maka harus ditunda proses hukumnya bukan dihentikan. Dan Pimpinan KPK juga telah menegaskan bahwa KPK tidak akan memeriksa seseorang yang akan menjadi calon kepala daerah menjelang Pilkada, kecuali OTT. Semuanya ditunda sampai dengan pungut hitung pada Tgl 27 Juni 2018 selesai.

” Jadi hanya 2 yang bisa dilakukan oleh penegak hukum saat ini untuk Pilkada, yaitu OTT dan tindak pidana pemilu, diluar itu artinya bukan tidak boleh, ditunda untuk dilakukan penegakkan hukumnya,” jelas Arteria Dahlan.

Sementara itu,Donal Fariz dari ICW, kurang sependapat dgn Arteria Dahlan. Menurut Donal Fariz, politisasi paling banyak dilakukan oleh Zon Politicon yaitu partai politik, kandidat atau calon kepala daerah, tim sukses dan atributnya.

” Yang paling banyak melakukan laporan-laporan kasus korupsi itu justru lawan politik ke penegak hukum di dalam pilkada adalah partai politik, lawannya dan tim suksesnya dan lain-lain,” ungkap Donal.

Menurut Donal kalau dilihat dari data BPS terkait dengan Indeks Demokrasi Indonesia terjadi penurunan yaitu di tahun 2015 sebesar 72,82 persen dan di tahun 2016 sebesar 70,09 persen. Dimana turunnya indeks demokrasi kita disebabkan oleh 3 hal yaitu kebebasan sipil yang turun, hal-hal politik yang turun dan lembaga demokrasi turun.

Sedangkan menurut Pengamat politik UIN, Adi Prayitno, terkait dengan turunnya indeks demokrasi di Indonesia di tahun 2017 yaitu selain partai politik adalah juga DPR. Bukan hanya soal registrasi yang tidak sesuai dengan target, tetapi ada juga anggota dewan yang terjerat kasus korupsi. Inilah yang turut menjelaskan kenapa indeks demokrasi Indonesia turun di level 4-5 persen dari tahun 2015, tahun 2016 dan tahun 2017.

” Di level parpol bukan hanya soal parpol kita memiliki cacat bawaan yang tidak demokratis. Juga ada semacam oligarki politik yang sejauh ini tidak pernah berubah di Indonesia. Jadi parpol di Indonesia terpersonalisasi menjelma hanya pada satu penguatan figur tertentu dan itu tidak terdistribusi dan terlembaga dengan baik,” ungkapnya. (Mistqola)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here