Jakarta, REPORT INDONESIA – Pengamat Politik yang juga pendiri Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyatakan bahwa nilai-nilai Islam seperti tidak diskriminatif, terbuka, partisipatif dan membela hak-hak orang Islam harus dijadikan sebagai dasar untuk mengelola pemerintahan. Dan janganlah Islam hanya dijadikan sebagai alat untuk berkuasa tetapi tidak menjadi dasar untuk berkuasa.
Hal ini diungkapkan oleh Ray Rangkuti dalam acara Diskusi Publik dengan Tema :” Menyoal Idiom Agama Dalam Politik ” yang diselenggarakan oleh Kaukus Muda Indonesia, Rabu(25/4/2018) di Gedung Dewan Pers JL. Kebon Sirih Jakarta Pusat.
Ray Rangkuti berharap prinsip-prinsip atau ajaran-ajaran dalam beragama menjadi dasar seseorang didalam berpolitik.
Sementara itu, Pengamat Politik UIN, Dr. Bakir Ihsan menjelaskan bahwa ada 2 variabel penting yang harus dicermati yaitu yang pertama agama dan yang kedua politik. Ini dua hal yang dalam keberadaannya selalu melahirkan kegaduhan dalam tanda kutip karena masing-masing punya otoritas atau punya ranah yang relasinya bisa berlangsung antagonis dalam arti bahwa politik atau negara itu berdiri sendiri dan agama berdiri sendiri. Mereka tidak pernah ketemu.” Tetapi ada juga pada saat tertentu agama yang dominan dan politik menjadi subordinan, ada teokrasi yang menandakan betapa dominannya agama karena kesempurnaannya sehingga mengatur semuanya, politik, ekonomi dan sebagainya. Oleh karena itu ada sebaiknya agama hanya subordinan karena itu sering terjadi yang disebut dengan politisasi agama, misalnya karena agama dibutuhkan sebagai penguat bagi kepentingan politik,” ungkapnya.
Sedangkan Wakil Sekjen DPP PAN bidang Hukum dan Ham, Surya Imam Wahyudi menyatakan ketidaksetujuannya kalau statement Amien Rais dalam ceramah kuliah Subuh di Masjid Mampang Perapatan beberapa waktu lalu disebut sebagai ujaran kebencian.
” Ujaran kebencian kalau dikaji dalam pasal 156 KUHP tidak memenuhi unsur, karena harus ada ujaran yang membenturkan antara satu golongan dengan golongan lain, suku denga suku lain dan ras dengan ras lain atau agama dengan agama lain. Kalau kemudian itu dikatakan sebagai penistaan agama itu tidak ada. Karena yang ada adalah menyampaikan dalil ajaran agama sendiri dihadapan jamaah yang memang orang Muslim,” tegasnya.
Dikesempatan yang sama, politisi Partai Golkar, Andi Sinulingga menjelaskan bahwa sekarang ini adalah zaman yang sangat terbuka. Di masa lalu, orang berdakwah di masjid-masjid teknologi tidak cukup canggih untuk mengabarkannya lebih jauh, jadi dia tertutup.
” Sekarang dengan teknologi yang canggih, kita sulit memisahkan mana ruang tertutup dan mana ruang terbuka. Kalau dibilang ruang tertutup, itu ada rekaman dan rekaman itu tanpa seizin saya bisa dishare kemana-mana. Kalau bicara memang harus berhati-hati karena itu juga bagian dari ajaran Islam,” ujarnya.
Andi Sinulingga juga mempertanyakan bolehkah menggunakan idiom agama dalam politik ? Jawabnya boleh. Namun ini muncul problem setelah Pilkada DKI yang menurut saya itu menjadi sebuah diskursus ruang publik yang bagus.
” Saya yakin Indonesia kedepan Hopenya semakin bagus dan kita semakin kaya,” harapnya. (Mistqola)