Jakarta, REPORT INDONESIA -Kegiatan survey tentang kesejahteraan pengemudi angkutan online ini dilaksanakan selama tiga bulan, September – November 2018. Pada bulan September kegiatan difokuskan pada persiapan survey dan pelaksanaan survey atau pengumpulan data di lapangan, pada bulan Oktober untuk olah data, dan pada bulan November untuk analisa.
Hal ini dipaparkan oleh Ketua Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas dan didampingi oleh Peneliti , Heranisty Nasution dalam acara Pers Conference yg dihadiri oleh pekerja angkutan online dan media, Rabu(19/12/2018) di Jakarta.
Kegiatan pengumpulan data mencakup angkutan roda dua (ojek online/Ojol) maupun roda empat (taxi online), yang kemudian dengan merujuk Peraturan Menteri Perhubungan No.26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek dan kemudian direvisi menjadi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor Pm 108 Tahun 2017 menyebutkan bahwa taxi online ini dikategorikan sebagai angkutan sewa khusus (ASK). Dalam laporan ini selanjutnya akan dipakai kata ASK menyebut taxi online. Sedangkan ojek online disingkat menjadi Ojol.
Adapun jumlah responden masing-masing moda 300 responden atau total 600 responden. Penentuan jumlah responden tersebut lebih didasarkan pada keterbatasan waktu dan tenaga, mengingat tidak mudah untuk mendapatkan responden ASK, karena mereka itu menggunakan mobil pribadi, sehingga sulit dikenali secara sepintas. Diperlukan cara dengan memesan jasa mereka terlebih dahulu untuk bisa mendapatkannya, sehingga kebanyakan wawancara ASK ini dilakukan di atas kendaraan mereka. Untuk Ojol, karena mereka menggunakan seragam dan selalu berkumpul di suatu titik, jauh lebih mudah dikenali, meskipun untuk wawancara juga tidak mudah karena pada saat sedang berlangsung wawancara, tiba-tiba memperoleh order, sehingga wawancara menjadi terputus.
Dalam survey ini tidak dilakukan pembagian komposisi jumlah responden untuk setiap aplikator karena kita memang tidak memiliki data mitra mereka masing-masing, baik untuk ASK maupun Ojol. Namun kedua mitra aplikator disurvei.
Lokasi survei ini mencakup wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi), Yogyakarta, Surabaya, dan Bali. Pilihan lokasi ini juga lebih didasarkan pada keterjangkauan saja. Sebagai contoh, Makasar dan Meda juga memiliki persoalan konflik horizontal antar pelaku ASK dengan pelaku angkutan umum eksisting, namun karena terlalu jauh untuk dijangkau, maka tidak dijadikan sebagai lokasi pengambilan data. Adapun sebaran responden berdasarkan wilayahnya sebagai berikut:
Sifat Pekerjaan
Selama ini muncul klaim dari aplikator bahwa sifat pekerjaan ASK adalah pekerjaan sampingan, yaitu mereka yang memanfaatkan kendaraannya untuk usaha produktif di sela-sela menjalankan pekerjaan pokoknya, entah sebagai PNS, karyawan swasta, ataupun wiraswastawan. Klaim tersebut untuk menjelaskan mengenai ekonomi berbagi (economic sharing). Namun ternyata dalam survey yang dilakukan secara acak ini menunjukkan bahwa 231 dari 300 (77%) responden menjadikan ASK sebagai pekerjaan utama dan hanya 60 responden (23%) yang menjawab pekerjaan ASK sebagai pekerjaan sampingan. Sedangkan untuk Ojol 71,7% dari 300 responden menjawab sebagai pekerjaan utama, hanya 28,3% saja yang menjawab sebagai pekerjaan sampingan. Jadi klaim tentang ekonomi berbagi itu hanya benar 23% untuk ASK dan 28,3% untuk Ojol.
Sifat pekerjaan tersebut sangat berpengaruh terhadap penilaian tingkat kesejahteraan mereka. Mereka yang betul-betul menjalankan ekonomi berbagi, mungkin tidak terlalu bermasalah dengan kebijakan aplikator mengenai pentarifan, karena mereka tidak berfikir soal cicilan kendaraan, pemeliharaan kendaraan, dan bayar asuransi kendaraan, dan sebagainya; karena mereka dapat uang atau tidak dari penumpang, semua tanggung jawab tersebut tetap akan dipenuhi.
Para pelaku ASK yang mengaku sebagai pekerjaan utama itu sebelumnya memiliki pekerjaan yang beragam: 100 responden (43,29%) mereka mengaku bahwa sebelumnya adalah sebagai karyawan, 82 responden (35,50%) menjadi sopir taxi, sopir angkutan, dan sopir pribadi, sedangkan 27 responden (11,69%) mengaku sebagai wiraswastawan. Terdapat satu orang (0,43%) yang sebelumnya mengaku sebagai PNS, tujuh responden (3,03%) sebagai buruh, dua responden (0,87%) sebagai freelance, dan hanya 10 responden (4,33%) saja yang sebelumnya tidak bekerja dan satu orang (0,43%) sebagai pelajar. Sedangkan untuk Ojol: 36,74% dari 300 responden sebelumnya sebagai karyawan/ti, 19,07% sebagai buruh, 13,49% wiraswasta, selebihnya ada yg satpam, anggota TNI/Polisi, serabutan, teknisi, pelayaran, ibu rumah tangga, sopir pribadi, dan lainnya. Hanya 12 responden (5,58%) saja yang mengaku tdak bekerja. Data ini juga mengoreksi klaim aplikator bahwa mereka telah menciptakan lapangan kerja baru. Klaim itu betul bagi 4,33% pengemudi ASK dan 5,58% bagi Ojol. Selebihnya, lebih tepat dikatakan memberikan opsi pekerjaan baru saja. Ini dua hal yang berbeda. Kalau penciptaan lapangan kerja baru itu berarti sebelumnya tidak ada sama sekali, sedangkan kalau opsi pekerjaan baru memiliki makna, pekerjaan lain tersedia, tapi ini ada pilihan lain.
Bagi mereka yang menjadikan ASK sebagai pekerjaan utama, ternyata mayoritas, yaitu sebesar 199 responden (66,3%) mereka mengaku tidak memiliki pekerjaan sampingan, dan hanya 23 responden (7,7%) saja yang memiliki kerja sampingan, sedangkan 78 responden (26%) tidak menjawab. Ini artinya, menjalankan bisnis angkutan online adalah penopang utama ekonomi keluarga. Dari 23 responden yang memiliki kerja sampingan itu, sebanyak 12 responden (52,2%) mengaku sebagai wirawastawan, karyawan/karyawati tujuh responden (30,4), sedangkan bekerja serabutan sebanyak empat responden (17,4%).
Untuk pengemudi Ojol, dari mereka yang menjawab bahwa Ojol merupakan pekerjaan utama, terdapat 197 responden (65,7%) mengaku tidak memiliki kerja sampingan, 88 responden (29,3%) tidak menjawab, dan hanya 15 responden (5%) yang memiliki pekerjaan sampingan.
Konsekuensi logis dari ASK/Ojol sebagai pekerjaan utama dan tidak ada pekerjaan sampingan itu adalah mereka sangat sensitive terhadap kebijakan-kebijakan aplikator yang terus berubah, baik menyangkut soal tariff, bonus, maupun suspend. Tarif yang terlalu rendah dan persyaratan untuk mendapatkan bonus diperberat menjadi beban baru bagi mereka.
Penurunan Pendapatan
Ketika kepada responden ditanyakan apakah terjadi penurunan pendapatan dibandingkan dengan pendapatan pada saat anda memulai profesi di angkutan online, maka baik responden ASK maupun Ojol mayoritas menyatakan iya. Jumlah responden ASK yang menyatakan terjadi penurunan mencapai 72,3% : 27,7%, sedangkan responden Ojol yang menyatakan iya mencapai 68,7% : 31,3%. Adapun besaran penurunan untuk ASK yang menjawab sampai 50% dibandingkan pendapatan sebelumnya terdapat 32%, sedangkan tingkat penurunan yang mencapai 30-40% masing-masing 12%.
Penyebab penurunan pada ASK antara lain:
Jawaban
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Jumlah ASK makin banyak/aplikator terus menerima pendaftaran
204
36,8
36,8
36,8
Tarif per km rendah/turun
113
20,4
20,4
57,1
Bonus diturunkan
75
13,5
13,5
70,6
Poin/target dinaikan
122
22,0
22,0
92,6
Kemacetan
9
1,6
1,6
94,2
Konsumen berkurang
25
4,5
4,5
98,7
Perubahan kebijakan aplikasi
7
1,3
1,3
100,0
Total
555
100,0
100,0
*) Responden menjawab lebih dari satu
Sedangkan penyebab Penurunan pada Ojol
Jawaban
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Jumlah Ojol makin banyak/aplikator terus menerima pendaftaran
169
35,2
35,2
35,2
Tarif per km rendah/turun
134
27,9
27,9
63,1
Bonus diturunkan
82
17,1
17,1
80,2
Potongan naik
2
0,4
0,4
80,6
Pengemudi Curang(tuyul)
1
0,2
0,2
80,8
Poin/target dinaikkan
88
18,3
18,3
99,2
Perang Tarif aplikator
4
0,8
0,8
100,0
Total
480
100,0
100,0
*) Responde menjawab lebih dari satu
Tarif Terlalu Rendah
Mayoritas responden (ASK/Ojol) menyatakan bahwa tariff rupiah/km yang ditetapkan aplikator saat ini belum ekonomis. Pengemudi ASK yang menjawab tariff belum ekonomis mencapai 90,7% : 9,3%, sedangkan pengemudi Ojol yang menjadi tariff rupiah/km belum ekonomis mencapai 83,3% : 16,7%. Jawaban responden ini dibenarkan oleh aksi-aksi driver online yang melakukan demontrasi ke aplikator menuntut penyesuaian tariff.
Tarif yang ekonomi menurut driver ASK adalah Rp. 5000/km (28,7%, Rp. 4.000/km (25,7%), Rp.6.000/km (10,3%), selebihnya fariatif, termasuk ada yang mengusulkan Rp.10.000/km (1,7%. Sedangkan menurut driver Ojol, tariff rupiah/kim yang ekonomis sebesar Rp. 3.000,-
Bagi pengemudi ASK, kebijakan ganjil genap turut menurunkan jumlah orderan. Ada 69,7% responden yang menyatakan berpengaruh, 24,5% menyatakan tidak, dan 6% tidak menjawab.
Pekerjaan Mulia, tapi Tidak Menjanjikan
Ketika kepada para responden ditanyakan apakah pekerjaan sebagai pengemudi angkutan online itu merupakan pekerjaan sementara saja, maka pengemudi ASK yang menjawab “Ya” sebesar 31%, ragu-ragu sebesar 43,7%, sedangkan yang tegas menjawab “tidak” sebesar hanya 24,7%. Sedangkan pengemudi Ojol yang menjawab ya mencapai 34,7%, yang menjawab ragu-ragu mencapai 41%, sedangkan yang menjawab tegas tidak hanya 24% saja.
Mereka akan bertahan menjadi pelaku ASK sampai semampunya badan saja (63%) atau sampai mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik (36,7%). Bagi pengemudi Ojol, mereka akan bertahan menjadi pengemudi Ojol sampai semampunya badan ada 51,7%, dan sampai mendapatkan pekerjaan baru yang lebih baik mencapai 46,3%. Terdapat enam responden (2%) tidak menjawab.
Bagi mereka, yang meyakini bahwa menjadi pengemudi ASK merupakan profesi yang menjanjikan masa depan hanya 19,3% saja, yang menjawab tegas tidak mencapai 42%, sedangkan yang ragu-ragu 38,7%. Sedangkan mereka yang meyakini bahwa menjadi pengemudi Ojol merupakan profesi yang menjanjikan masa depan hanya 16% saja, menjawab tegas “tidak” ada 44%, dan yang ragu-ragu mencapai 39%.
Kesimpulannya: pekerjaan menjalankan angkutan online ini memang pekerjaan mulia, tapi tidak menjanjikan untuk masa depan, hanya merupakan pekerjaan antara saja. Oleh karena itu pemerintah perlu hati-hati dalam membuat kebijakan untuk mengatur angkutan online ini.
Momok Suspend
Suspend atau diberhentikan (sementara/permanen) tampaknya merupakan salah satu momok yang membuat pekerjaan angkutan online itu tidak menjamin masa depan. Dari 300 responden ASK yang mengaku pernah terkena suspend mencapai 39,3%, sedangkan yang mengaku tidak pernah mencapai 60,7%. Mereka yang mengaku terkena suspend sekali sebanyak 69,5%, dua kali 17,8%, tiga kali 5,1, dan empat kali 5,9%. Sedangkan pengemudi Ojol yang mengaku pernah terkena suspend mencapai 24,3%, yang tidak pernah terkena suspend 75,7%. Mereka yang terkena suspend sekali sebesar 68,5%, dua kali 16,4%, tiga kali 8,2%, empat kali 2,7%, dan lima kali sebesar 4,1%.
Bagi pengemudi ASK yang mengaku pernah terkena suspend dan uang mereka hilang ada 28,8%, mereka yang menyatakan tegas tidak ada 71,2%. Sedangkan pengemudi Ojol yang mengaku uangnya hilang pada saat terkena suspend hanya 6,1% saja, yang 93,9% menyatakan tidak hilang.
Suspend sewaktu-waktu dan permanen inilah yang amat mencemaskan bagi para pelaku angkutan online. Ketika mereka ditanyakan apa yang paling anda cemaskan sebagai pengemudi angkutan online, maka jawaban yang diberikan oleh para pengemudi ASK adalah : suspend sewaktu-waktu (20,6%), suspend permanen (20,7%), tidak dapat bonus (20,7%), mobil ditarik leasing (19,3%), dan tidak mencapai poin (18,6%). Sedangkan bagi pengemudi Ojol, mereka yang menjawab bahwa yang mereka cemaskan itu adalah suspend sewaktu-waktu mencapai 25%, suspend permanen (25,2%), tidak dapat bonus (25%), dan tidak mencapai poin 24,8%.
Saran untuk Aplikator dan Pemerintah
Mengingat telah ratusan ribu masukan dalam perangkap jebakan ekonomi kapitalis dengan menjadi pelaku angkutan online dengan pengorbanan meninggalkan profesi yang telah mereka miliki sebelumnya, sementara setelah masuk ke system kapitalis itu masa depan mereka tidak memiliki jaminan yang jelas, bahkan merka hidup dalam kecemasan di-suspend sewaktu-waktu maupun suspend permanen dan pendapatan mereka makin menurun, maka kepada aplikator maupun Pemerintah disarankan untuk:
Aplikator
Aplikator wajib membuat skema panterifan yang ekonomis agar tidak merugikan pelaku ASK/Ojol.
Skema pemberian bonus sebaiknya tidak diubah-ubah sewaktu-waktu mengikuti irama aplikator saja.
Perlu dibuat mekanisme suspend yang jelas kriterianya dan transparan informasinya sehingga pelaku tahu kesalahan yang dilakukan bila mereka terkena suspend.
Pemerintah
Pemerintah membuat regulasi yang mengatur mengenai pekerja transportasi, baik untuk online maupun lainnya yang dapat menjadi pedoman bagi pelaku transportasi untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Mendesak kepada aplikator untuk membuat kriteria suspend yang jelas dan transparan.
Menetapkan skema pentarifan yang lebih mengacu pada aspek keselamatan transportasi. (Mistqola)