Jakarta, REPORT INDONESIA – Pagi tadi (18/01/2022), Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS) dan Haris Azhar (Direktur Lokataru) dijemput paksa oleh pihak Kepolisian di kediaman masing-masing untuk dilakukan pemeriksaan oleh Polda Metro Jaya. Pemeriksaan ini berkaitan dengan laporan yang dilayangkan Luhut B. Panjaitan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas diskusi hasil riset dalam konten Youtube yang mengungkapkan dugaan keterlibatan Luhut di balik relasi ekonomi-Ops Militer Intan Jaya.
Demikian ungkap Ismail Hasani, Direktur Eksekutif SETARA Institute dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa(18/1/2022).
Atas kedatangan pihak kepolisian tersebut, Fatia dan Haris menolak untuk dibawa tanpa didampingi oleh pihak kuasa hukum. Mereka memilih untuk datang sendiri ke Polda Metro Jaya di siang harinya. Berkaitan dengan persoalan ini, SETARA Institute menyampaikan beberapa hal:
1. Kepolisian semestinya turut berkontribusi dalam menjamin terbukanya ruang-ruang demokrasi melalui jaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara. Dengan demikian, seharusnya pihak Kepolisian menghentikan upaya kriminalisasi yang mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara atau tidak menindaklanjuti laporan-laporan yang mencerminkan hal demikian.
2. SETARA Institute berulangkali telah menyampaikan bahwa sekalipun langkah hukum adalah hak warga negara, namun SETARA menyayangkan jalan dan cara pintas para pejabat negara dalam merespons kritik. Seharusnya, kritik dijawab dengan kritik bantahan. Riset dibalas dengan produk riset dan seterusnya. Inilah yang menyehatkan demokrasi kita. Terlebih, kritik yang disampaikan bukanlah tuduhan tak berdasar, melainkan beranjak pada hasil penelitian yang tentunya telah dilakukan secara obyektif, rasional, dan independen melalui berbagai metode ilmiah yang telah divalidasi.
3. Sikap pejabat publik yang membalas kritikan dengan ancaman pidana hanya memperlihatkan arogansi dan sikap antikritik mereka. Padahal, sebagai pejabat publik tentu mereka memang harus siap untuk dikritik dan membalas kritik tersebut dengan argumentasi. Sikap arogansi dan antikritik tersebut justru menggambarkan penyempitan ruang publik (decreasing civic space) dan pengkerdilan ruang publik (shrinking civic space) yang sedang menggerogoti ruang demokrasi kita.
4. SETARA Institute kembali mengingatkan Kapolri untuk menepati janjinya dalam mengimplementasikan UU ITE secara selektif dengan mengedepankan sifat persuasif. Pasal penghinaan dan pencemaran nama baik yang didalilkan seharusnya tidak dapat menjadi dasar yang kuat untuk menjerat para pembela HAM, mengingat yang mereka lakukan adalah murni didasarkan pada hasil penelitian yang obyektif, independen, dan ilmiah. Janji Polri Presisi dan pengarusutamaan restorative justice, akan diuji dalam penanganan pelaporan atas sejumlah aktivis.
Perlu juga digarisbawah bahwa pembatasan kebebasan berpendapat akan mematikan nalar kritis warga yang justru dibutuhkan untuk memperkuat dan mendewasakan kita berdemokrasi.(Red)