Home Report Serangan Teror Di Makasar Dan Jakarta, Tidak Boleh Permisif Terhadap Aksi Terorisme,...

Serangan Teror Di Makasar Dan Jakarta, Tidak Boleh Permisif Terhadap Aksi Terorisme, Dukung Penindakan Terukur Dan Akuntabel

0
SHARE

Jakarta, REPORT INDONESIA – Pasca serangan terorisme di Gereja Katedral Makassar 31 pada 28 Maret 2021, Mabes Polri juga diserang oleh orang tidak dikenal yang diidentifikasi sebagai pelaku terorisme _lone wolf_ (serangan sendiri-sendiri), yang merupakan salah satu ciri aksi terorisme mutakhir. Strategi _lone wolf_ memungkinkan siapa saja berpotensi menjadi aktor terorisme.

Demiikian ungkap Ketua SETARA Institute, Hendardi dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis(1/4/2021).

Menurut Hendardi, dua peristiwa teror di Makassar dan di Jakarta menunjukkan bahwa kelompok pengusung ideologi teror masih eksis di Indonesia. Jaringan Jamaah Ansharu Daulah (JAD) adalah salah satu jejaring yang paling menonjol mengadopsi strategi _lone wolf_ dalam menjalankan tindakan teror. JAD eksis karena didukung oleh pesatnya perkembangan teknologi informasi yang juga dimanfaatkan secara efektif untuk melakukan proses radikalisasi di ruang publik dengan menyasar kelompok-kelompok spesifik yang memiliki potensi transformasi secara cepat dari orang biasa-biasa saja, lalu menjadi sangat intoleran dan radikal kemudian tergerak melakukan aksi kekerasan.

” Eksistensi kelompok teroris ini dimungkinkan karena mengendurnya kepekaan masyarakat dan delegitimasi oleh pihak-pihak tertentu atas tindakan polisional yang dilakukan oleh institusi-institusi keamanan dalam menangani terorisme. Masyarakat menjadi permisif karena persepsi yang berkembang bahwa terorisme adalah rekayasa pihak-pihak yang memiliki kemampuan intelijen kelas tinggi. Padahal, dua aksi terakhir misalnya, menunjukkan betapa jejaring itu nyata dan keberadaan mereka membahayakan jiwa manusia,” jelas Hendardi.

Penyesatan opini-opini semacam ini di satu sisi dan kampanye distortif atas kinerja pemberantasan terorisme, semakin memperluas ruang radikalisasi publik dan memperkuat sikap permisif warga. Ruang-ruang publik intoleran yang dibela dan dibiarkan adalah _enabling environment_ atau kondisi-kondisi yang membuat dan mempercepat pertumbuhan _recovery_ kelompok teror.

Terorisme adalah musuh semesta warga negara dan oleh karenanya perlu terus memperkuat dukungan bagi institus-institusi negara melakukan penindakan dan penegakan hukum yang terukur dan akuntabel. Akuntabilitas kinerja pemberantasan terorisme akan memperkuat kepercayaan publik dan memperkuat ketahanan sosial warga negara, temasuk memperkuat immunitas dari virus intoleransi, radikalisme dan terorisme.(Red)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here