Home Report Sepuluh Tahun Tragedi UNAS BERDARAH

Sepuluh Tahun Tragedi UNAS BERDARAH

0
SHARE

Sepuluh tahun sudah tragedi UNAS BERDARAH di kampus Universitas Nasional (UNAS) berlalu. Namun, tragedi berdarah yang menyimpan luka dan trauma mendalam bagi semua civitas akademika UNAS itu, sampai detik ini masih saja belum terungkap.

Sudah sepuluh tahun berlalu, kasus kekerasan yang dilakukan aparat terhadap ratusan Mahasiswa UNAS tidak pernah diusut tuntas. Pemerintah hanya berjanji menuntaskan kasus tersebut, sehingga misteri tragedi UNAS BERDARAH itu tetap dibiarkan lamanya kusut tak tuntas sampai kini.

Semula berawal dari kebijakan Rezim SBY-JK yang dinilai tidak Pro Rakyat. Yaitu menaikkan harga BBM sebesar 28.7% yang berakibat bertambahnya beban hidup, bertambahnya jumlah warga miskin. Berangkat dari keprihatinan dan empati kepada sesama tersebut, buruh, tani, mahasiswa dan rakyat miskin, bergerak bersama-sama menolak rencana kenaikan harga BBM tersebut. Karena kelompok masyarakat inilah yang memang menderita dan terkena dampak langsung kebijakan pro neoliberal.

23 Mei 2008, Pukul 20:30 WIB Mahasiswa Unas menyalakan lilin sambil berorasi menyeruakan aspirasi di taman kampus, pertanda penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Bermalam di kampus, sampai pukul 06:00 WIB 24 Mei 2008, aparat melakukan tindakan sangat represif dan sampai melakukan penyerbuan ke dalam kampus. Akibatnya, 150 mahasiswa dipukul, ditembak, diseret, diambil paksa dan Alm Maftuh Fauzi yang menjadi korban pagi itu, akhirnya meninggal usai mengalami infeksi di otak akibat pukulan benda tumpul dari aparat.

Menurut Muhammad Irwan mahasiswa Pascasarjana Universitas Nasional 2016 yang saat ini aktif di LBH PeKa menilai bahwa ada indikasi dari rektorat yang tidak mau berjuang bersama mahasiswa agar tragedi berdarah ini terungkap, kasus kekerasan yang dilakukan aparat terhadap ratusan Mahasiswa UNAS tidak pernah diusut tuntas. selain itu Pemerintah juga hanya berjanji menuntaskan kasus tersebut, sehingga tragedi berdarah itu tetap dibiarkan.

Dan ditemui oleh team Report Indonesia, Irvan Saefurrohman di Senayan. Untuk menanyakan secara langsung dan bercerita tentang detik-detik saat peristiwa berdarah itu.

“10 tahun sudah, malam itu terasa sangat panjang bagi kita semua. Dan subuhnya kita semua dilempar gas air mata, ditembak, dipukul. Bagi saya, itu adalah bukti bahwa pergerakan mahasiswa tidak pernah tidur, selalu ada untuk melawan rezim yang menindas rakyat kecil.” ujar Irvan, mahasiswa yang pada saat 2008 menjadi Jenlap UNAS, dan saat ini telah menjadi Staf Ahli DPR RI.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here