Home Report Sebuah Tulisan : 830 Hari Saja, Selamat Jalan Jenderal

Sebuah Tulisan : 830 Hari Saja, Selamat Jalan Jenderal

0
SHARE

830 HARI SAJA, SELAMAT JALAN JENDERAL

Bisa jadi lebih dari 800 hari adalah waktu yang lama bagi sebagian orang, tapi itu mungkin waktu yang terlalu cepat berlalu tanpa terasa bagi yang lain. Lama bisa karena tanpa makna, cepat karena diisi oleh hari-hari yang berkualitas.

Ya, tepat 830 hari adalah usia kerja Mayjen Doni Monardo memenuhi tugas negara sebagai seorang prajurit sejati yang diamanahkan negara untuk bertugas di wilayah Maluku dan Maluku Utara sebagai Pangdam XVI Pattimura. Hari-hari yang terasa cepat berlalu, karena pengabdian begitu nyata.

Ada banyak penilaian dan kesan yang diberikan, itu dapat dilihat tidak hanya dalam ragam testimoni yang disampaikan secara resmi dalam forum-forum tatap muka, tapi juga lewat tulisan dan catatan sejumlah intelektual di media massa, termasuk di media sosial.

Tentu tiap orang punya perspektif dan sudut penilaian, terkait dengan hasil pengamatannya secara objektif. Penulis juga punya catatan tersendiri, paling tidak ini didapat dalam sejumlah pengalaman dan interaksi dengan Mayjen Doni Monardo

Pertama, inilah sosok militer intelektual, penuh gagasan dan memiliki pendekatan yang brilian. Ini antara lain dapat dilihat dari program emas biru dan emas hijau yang digagasnya. Gagasan ini tidak hanya mampu menjadi trigger atau pemicu utama dalam perubahan paradigma publik soal potensi utama sumber daya alam Maluku yang selama ini belum dikelola dengan optimal, tapi juga menjadi pendekatan yang cerdas dalam konteks mewujudkan ketahanan dan keamanan nasional yang tangguh yang sejatinya adalah tanggungjawab semua elemen bangsa, termasuk oleh TNI.

Kedua, komunikasi yang efektif. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan Doni Monardo dalam membangun komunikasi lintas sektoral. Baik itu secara personal maupun kelembagaan. Dari berbagai testimoni, beliau sering berkomunikasi dengan banyak tokoh lewat telepon seluler, pesan singkat bisa dijawab langsung dengan cepat, temasuk juga melalui acara temu tokoh yang secara rutin dilakukan, mau pun pertemuan informal lainnya.

Dalam satu pertemuan Kodam XVI Pattimura dengan tokoh masyarakat yang pernah penulis ikuti, dalam sambutannya Doni Monardo dengan gamblang menghapal banyak nama-nama orang yang hadir, dan juga mengulas kondisi tempat tinggalnya. Sesuatu yang jarang kita lihat dilakukan oleh para tokoh daerah. Menunjukan sosoknya mengenal secara dalam dan dekat lokus daerah kerjanya.

Selain itu, dengan memberikan nama program pengelolaan potensi laut dengan istilah ’emas biru’, dan pengembangan potensi hutan dengan istilah ’emas hijau’ adalah kemampuan membangun komunikasi persuasif yang handal. Ini pilihan bahasa yang cerdas, khususnya secara marketing dan promosi.

Dalam ilmu komunikasi, ini menjadi strategi yang jitu. Membuat istilah yang menarik dalam komunikasi menjadikan produk komunikasi (baca: emas biru dan emas hijau) mudah diterima dan dicerna khalayak. Ini menjadi semacam produk yang ditawarkan, konten promosinya dikemas dalam bahasa yang tepat. Sebab konten bagus dengan pilihan istilah yang menarik akan membuat orang mudah mengenal atau lekat dengan produk ‘komunikasi’ yang diluncurkan. Dengan begitu jangkauannya pun akan semakin banyak, terlebih ketika kita menggunakan media yang beragam, seperti sosial media.

Ketiga, kepekaan terhadap konflik. Ini yang saya kira adalah kemampuan diatas rata-rata banyak pemimpin di Maluku yang notabene punya pengalaman hidup dalam situasi konflik. Ada banyak cerita Jenderal Doni terlibat aktif dalam penyeleseaian sejumlah konflik di masyarakat. Baik secara langsung maupun tidak. Pendekatan persuasif yang dilakukannya dengan masyarakat Aboru, Maluku Tengah, yang selama ini dianggap sebagai ‘sarang’ gerakan Republik Maluku Selatan (RMS), adalah upaya jitu dan cerdas. Termasuk pula dalam menangani konflik laten di Negeri Mamala dan Morella.

Lainnya, dalam pengalaman penulis, bisa dilihat dalam penyelesaian konflik antara masyarakat Wandan atau Banda Eli dengan rumah produksi Film Banda The Dark Fotgotten Trail (TDFT), dan juga antara masyarakat Suku Bati dengan Stasiun Televisi Trans7 adalah dua contoh konflik yang dimana Jenderal Doni ikut menanganinya dan kebetulan penulis juga ikut dalam prosesnya.

Dalam penyelesaian konflik Film Banda TDFT misalnya, Doni Monardo bahkan menginisiasi pertemuan dan dialog, yang berjalan cukup alot. Pertikaian baru bisa berujung perdamaian, ketika dirinya menyadarkan semua pihak, bawah marah boleh saja, namun jangan membunuh kreatifitas. “Kita boleh marah, asal jangan bunuh kreativitas”, ujarnya kala itu.

Sebuah pesan agar para pemrotes juga tetap menghargai upaya para sineas film Banda TDFT, walau pun mereka diselimuti rasa marah. Ini adalah gambaran nyata, bagaimana seorang tentara justru punya kepekaan yang tinggi dan mau terlibat langsung dalam mereduksi potensi konflik. Bahkan untuk konflik di ranah kerja-kerja kreatif seperti industri film dan tayangan televisi. Sesuatu yang dalam konteks tertentu sejatinya menjadi tanggungjawab utama pemerintahan sipil (eksekutif dan legislatif)

Tentu ada banyak peran Doni Monardo selama 830 hari masa tugasnya di Maluku, yang tak cukup diulas dalam catatan pendek ini. Tapi atas dedikasinya itu, penulis dan sejumlah rekan dari Maluku Civil Society Community (MCSC) mengganjar beliau dengan Molucca Dedicate Award, yang diberikan 19 Agustus 2017, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Provinsi Maluku, dihadapan 5000 Mahasiswa di Universitas Pattimura. Bahkan penghujung masa tugasnya, Pemerintah Kota Ambon menganugrahi Doni sebagai warga kehormatan. Gelar prestisius karena hingga kini tercatat baru tiga tokoh yang mendapat gelar ini, dua lainnya adalah Wismoyo Arismunandar dan Jusuf Kalla.

Atas semua yang berkesan itu, kepergian Doni Munardo ke medan tugas dan pengabdiannya yang baru sebagai Pangdam III Siliwangi, dilepas dengan penuh haru. Sedih dan bahagia bercampur aduk. Sedih karena pria Padang yang telah mendedikaskan waktu tugasnya dengan sangat berkualitas ini mesti pergi, dan bahagia karena negara telah memberikan tugas, kepercayaan dan tanggungjawab baru yang tentu lebih besar dan strategis.

Gubernur Maluku, Said Assagaff bahkan dalam sambutan di acara lepas sambut Panglima Kodam XVI Pattimura (17/11) menyampaikan terima kasih se besar-besarnya mewakili seluruh masyarakat Maluku. Dalam testimoninya, gubernur menyampaikan Mayjen Doni Monardo telah memberikan arti penting bagi Maluku. “Selama saya jadi birokrat di Maluku, puluhan tahun hingga dipercaya menjadi Gubernur, baru kali ini saya mendapati Pangdam yang benar-benar berdedikasi dan kepergiannya dipenuhi linangan air mata masyarakat Maluku”, kata Assagaff.

Selamat jalan Mayjen TNI ‘Kapitan’ Doni Monardo. Sosok yang diangap sahabat, kakak dan ayah bagi banyak kalangan di Maluku dan Maluku Utara. Semoga selalu sehat dan lancar dalam menjalankan tugas yang baru di Bumi Parahyangan. Semua yang telah ditorehkan selama di Maluku kami doakan menjadi amal zariah. ‘Kapitan’ akan selalu terkenang dan dikenang di bumi raja-raja.

OLEH: M. IKHSAN TUALEKA

Penulis adalah Ketua Empower Youth Indonesia (EYI)
dan Direktur Beta Kreatif (BetKraf)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here