Subang, REPORT INDONESIA – Menanggapi adanya penolakan sebagian warga Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, Jawa Barat terkait nilai ganti rugi tanah dalam pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pelabuhan Patimban, Direktur Sektor Transportasi KPPIP Dadang Asikin menyatakan bahwa proses pembebasan lahan yang dilakukan sudah sesuai prosedur dan peraturan perundangan yang ada. Hal itu disampaikan Dadang setelah ia ikut serta mendampingi rombongan Komisi V DPR RI dalam kunjungan kerja ke lokasi pembangunan Pelabuhan Patimban Subang, Jumat (21/9), guna merespon audiensi Paguyuban Tani Berkah Jaya Patimban yang sebelumnya mendatangi Komisi V DPR RI.
“Sebagaimana disampaikan oleh perwakilan kanwil BPN Jawa Barat dalam pertemuan tadi, bahwa dalam penetapan harga tanah di proyek Pelabuhan Patimban sudah dilakukan oleh tim penilai independen dan sudah mulai diadakan musyawarah. BPN dalam hal ini tidak turut campur dalam penentuan nilai ganti rugi tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa proses yang dilakukan sudah sesuai dengan UU no.2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,” ujar Dadang.
Dalam kesempatan itu rombongan Komisi V DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Sigit Sosiantomo, didampingi oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R Agus H Purnomo dan Direktur Transportasi KPPIP, bertemu langsung dengan para pemangku kepentingan untuk pembangunan pelabuhan Patimban antara lain Plt. Bupati Subang Atin Rusnatim, Camat Pusakanagara Ela Nurlela,Kanwil BPN Jawa Barat dan Paguyuban Tani Berkah Jaya Patimban.
Dalam pertemuan tersebut, sebagian warga yang terhimpun dalam Paguyuban Tani Berkah Jaya menyatakan bahwa pada dasarnya mereka sangat mendukung proyek pelabuhan Patimban ini. Hanya persoalan nilai ganti rugi tanah yang ditetapkan tim penilai independen belum sesuai dengan keinginan sebagian warga terdampak.
Menurut koordinator Paguyuban Arim Suhaerim, dalam penetapan nilai ganti rugi tersebut Arim menginginkan agar mempertimbangkan banyak hal termasuk proyeksi kenaikan harga tanah setelah pelabuhan itu beroperasi. “Pada dasarnya kami sangat mendukung adanya proyek ini. Hanya masalahnya pada nilai ganti rugi yang tidak sesuai dengan keinginan sebagian warga terdampak sehingga merugikan para petani disini,” ujar Arim.
Dasar dari penetapan harga yang digunakan oleh paguyuban adalah adanya kajian dari lembaga studi peneliti dari Institut Pertanian Bogor dan dijadikan acuan dalam penentuan proyeksi harga tanah tersebut.
Padahal menurut Dadang, pasal 34 ayat 1 UU no.2/2012 menyatakan bahwa nilai ganti kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan. “Hal ini tentu harus menjadi pegangan bagi semua pihak agar dapat mencapai titik temu yang memenuhi rasa keadilan,” ujar Dadang.
Setelah mendengar langsung penjelasan dari berbagai pihak, Komisi V DPR RI menyatakan akan mempelajari lebih mendalam lagi sehingga dapat mencari solusi yang tepat bagi semua pihak. “Kita berharap agar segera ditentukan jalan tengahnya, agar pembebasan lahan segera tuntas, karena lahan warga yang terkena imbas dari pembangunan Pelabuhan Patimban ini merupakan lahan pertanian yang menjadi mata pencaharian mereka sehari-hari”, ujar Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo.
Pelabuhan Patimban merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional yang digagas pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi beban di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Terutama untuk mendukung rencana pemerintah untuk mendonkrak ekspor non migas berupa produk automotif dan produk produk barang dari kawasan Jababeka, Cikampek, Karawang, Subang dan sekitarnya.
Pembangunan Pelabuhan Patimban ini diharapkan juga dapat sebagai stimulator pengembangan wilayah di daerah Subang.
Berdasarkan data Dirjen Perhubungan Laut hingga September 2018, capaian pembebasan tanah untuk jalan akses (access road), dari 120 bidang tanah milik warga, mayoritas telah menerima hasil penilaian tim penilai, dimana 73 bidang sudah selesai dibayar dan 12 bidang sudah masuk dalam usulan pembayaran tahap VI. Hanya 8 bidang yang menolak dan 5 bidang masih pikir-pikir. (Mistqola)