Surabaya, REPORT INDONESIA – Guna memberikan gambaran terkini mengenai kondisi perekonomian, sekaligus menjelaskan arah kebijakan pemerintah dalam mengelola perekonomian negara, Kemenko Perekonomian telah menerbitkan buku Outlook Perekonomian semester II 2019. Isinya antara lain membahas perkembangan ekonomi global, kondisi ekonomi Indonesia, tantangan dan peluang yang dihadapi, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi dan sektoral pada 2019. Outlook ini ditutup dengan memaparkan sejumlah kebijakan prioritas dan kebijakan percepatan ekspor.
“Tujuan (lain)-nya adalah untuk memperoleh saran dan masukan terkait isu perekonomian yang tengah berkembang, sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan publik,” ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono dalam acara Diseminasi Outlook Perekonomian Indonesia 2019, Rabu (26/6/2019) di Universitas Airlangga Surabaya.
Mengawali sambutannya, Susiwijono menceritakan gambaran besar kondisi perekonomian global. Perekonomian dunia pada tahun 2018 menurut IMF mengalami perlambatan dengan realisasi pertumbuhan 3,6% di tengah ketidakpastian global.
Beberapa penyebabnya antara lain kebijakan perdagangan AS yang mengenakan tarif impor tambahan terhadap mitra dagang (trade war); ketegangan geopolitik dan ketidakpastian politik dan ekonomi Inggris pasca kesepakatan Brexit; normalisasi kebijakan moneter AS; dan moderasi pertumbuhan kawasan Eropa dan Tiongkok.
Di tahun 2019, pertumbuhan dunia diperkirakan konvergen sebesar 3,3%. Namun di tengah kondisi perekonomian dunia yang mengalami ketidakpastian tersebut, kondisi fundamental perekonomian Indonesia dapat dikatakan cukup baik dan stabil dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dibuktikan dari capaian pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% pada tahun 2018, tertinggi dalam 5 (lima) tahun terakhir.
Tidak hanya mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kestabilan perekonomian Indonesia juga dicerminkan dari kondisi inflasi yang masih terkendali pada 3,13%. Pencapaian tersebut didorong oleh tingginya investasi, terutama di sektor pertambangan dan manufaktur.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas juga dicerminkan dari perbaikan indikator-indikator sosial. Tingkat kemiskinan berhasil ditekan menjadi single digit sebesar 9,66 persen, terendah sejak tahun 1970. Begitu pula tingkat ketimpangan atau Rasio Gini sebesar 0,384, terendah sejak Maret 2010 dan tingkat pengangguran sebesar 5,34 persen. Tren pertumbuhan ekonomi di atas 5% ini diperkirakan masih akan berlanjut di tahun 2019 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%.
Dari angka proyeksi tersebut, sektor-sektor unggulan seperti Industri Pengolahan, Perdagangan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, serta Informasi dan Komunikasi diproyeksi akan mencatat pertumbuhan yang signifikan. Ini sejalan dengan arah kebijakan ekonomi untuk mendorong industri, pariwisata, serta ekonomi digital.
Susiwijono menjelaskan, terlepas dari stabilitas performa ekonomi di tahun 2018, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi di tahun 2019. Dalam lingkup domestik, pemerintah melihat adanya defisit transaksi berjalan, masih tingginya impor, peningkatan daya saing, isu ketenagakerjaan, serta bergulirnya era industri 4.0 sebagai tantangan yang perlu diatasi.
“Indonesia juga perlu mengantisipasi beberapa isu eksternal terkait perekonomian global yang perlu diantisipasi. Tantangan-tantangan yang ada juga bisa menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan,” sambungnya.
Terobosan Kebijakan Pemerintah di Bidang Perekonomian
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkualitas, pemerintah telah melakukan beberapa terobosan kebijakan, khususnya untuk mendorong peningkatan investasi dan ekspor. Pertama, dengan mengintegrasikan seluruh pelayanan perizinan berusaha secara elektronik melalui sistem Online Single Submission (OSS).
Selanjutnya, pemerintah mendorong investasi melalui insentif fiskal. Dalam insentif tax holiday, penanaman modal baru dengan nilai industri di atas 500 miliar rupiah berhak mendapatkan pembebasan pajak penghasilan badan, dengan jangka waktu antara 5 (lima) hingga 20 (dua puluh) tahun.
Pemerintah juga memberikan insentif tax allowance bagi 184 KBLI berupa pengurangan pajak penghasilan neto sebesar 30 persen dari nilai penanaman modal. Selain itu juga diberikan insentif lain seperti investment allowance untuk industri padat karya, super deduction tax untuk kegiatan vokasi dan litbang, serta perubahan tarif PPN dan PPnBM untuk kendaraan bermotor.
Melalui Paket Kebijakan Ekonomi 16, pemerintah melakukan relaksasi Daftar Negatif Investasi, yang semula 515 bidang usaha menjadi 376 bidang usaha, untuk meningkatkan daya tarik dan daya saing investasi.
Pemerintah pun telah membentuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) guna menarik investasi dan meningkatkan output sektor industri. Untuk mendukung perkembangan Industri 4.0, telah ditetapkan 5 (lima) industri prioritas yang akan didorong untuk memajukan perekonomian Indonesia, yaitu industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri elektronik, industri otomotif, serta industri kimia.
Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Daerah dan Sektor Riil Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan yang merupakan Editor penyusunan Outlook ini turut menyampaikan detail kebijakan-kebijakan prioritas di bidang perekonomian kepada seluruh peserta diseminasi. Di akhir pemaparannya, Ferry menuturkan harapannya kepada kegiatan semacam ini guna memperkuat jejaring Pemerintah di daerah, dalam hal ini Kemenko Perekonomian dengan para pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat. (Red)