Report Indonesia, Jakarta. Menurut Mukroni, Ketua Kowantara (Komunitas Warteg Nusantara) sehubungan dengan beredar viral di media ada seorang pejabat tinggi di salah satu kementerian yang menolak keberadaan warteg di Ibu Kota Nusantara atau IKN, atas viralnya pejabat tinggi melihat warteg sebelah mata, maka Kowantara menyatakan 10 sikap :
1.Dialog Terbuka: Membuka dialog terbuka dengan pejabat tersebut untuk memahami alasan di balik pandangannya dan menyampaikan perspektif mengenai pentingnya warteg dalam ekonomi lokal. Dialog terbuka merujuk pada proses komunikasi yang melibatkan pertukaran ide, pandangan, atau informasi antara dua pihak atau lebih secara terbuka dan jujur. Dalam konteks membuka dialog terbuka dengan pejabat, ini berarti memulai percakapan atau pertemuan dengan tujuan untuk saling memahami, membuka pintu komunikasi yang transparan, dan mengatasi perbedaan pandangan.
2.Pendekatan Edukatif: Menyediakan informasi dan data yang mendukung peran positif warteg dalam memberikan lapangan pekerjaan, mendukung perekonomian lokal, dan memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.
3.Kampanye Kesadaran Masyarakat: Melibatkan masyarakat dalam kampanye kesadaran untuk meningkatkan pemahaman tentang kontribusi positif warteg dan usaha kecil lainnya. bahwa warteg dan usaha kecil mendukung pemberdayaan ekonomi lokal dengan menciptakan peluang pekerjaan bagi penduduk setempat, mereka sering kali menjadi sumber penghidupan bagi pemilik usaha dan karyawan lokal. Bahwa warteg menyajikan hidangan-hidangan tradisional yang mencerminkan keanekaragaman kuliner Indonesia.
Ini dapat membantu mempertahankan kearifan lokal dan warisan kuliner. Bahwa warteg sering menawarkan makanan dengan harga yang terjangkau, membuatnya dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Hal ini mendukung inklusivitas dan keberlanjutan akses pangan dan bahwa warteg lokal biasanya mendapatkan bahan baku dari pemasok lokal dan petani setempat, ini tidak hanya mendukung ekonomi lokal tetapi juga membantu mempertahankan rantai pasok lokal.
4.Lobi dan Advokasi: Melakukan lobi dan advokasi untuk perubahan kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan warteg sebagai bisnis kecil. Lobi dan Advokasi dalam konteks ini merujuk pada serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memengaruhi pembuat kebijakan atau pihak berwenang agar mereka membuat keputusan atau perubahan kebijakan yang mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan warteg sebagai bisnis kecil. Artinya, pemilik warteg atau pihak yang peduli terhadap warteg berusaha untuk mengarahkan kebijakan publik dan dukungan pemerintah agar lebih mendukung perkembangan dan keberlanjutan bisnis warteg.
5.Kolaborasi dengan Komunitas Lokal: Berkolaborasi dengan komunitas lokal, organisasi kemasyarakatan, dan pemilik warteg untuk memperkuat dukungan bersama.
6.Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kebijakan yang dapat berdampak pada warteg dan mengidentifikasi apakah ada diskriminasi atau ketidaksetaraan.
7.Pertemuan Publik: Menggelar pertemuan publik atau forum diskusi untuk mendengarkan masukan dan pendapat masyarakat mengenai sikap pejabat terhadap warteg.
8.Media Sosial dan Kampanye Online: Menggunakan media sosial dan kampanye online untuk membangun dukungan masyarakat dan menyoroti kontribusi warteg.
9.Pengembangan Keahlian Warteg: Menyediakan pelatihan dan dukungan untuk pemilik warteg dalam mengembangkan keahlian mereka, meningkatkan kualitas makanan, dan menyesuaikan dengan perubahan permintaan pasar.
10.Mendorong Inovasi: Mendorong inovasi di dalam warteg, seperti menu yang lebih bervariasi, layanan pelanggan yang lebih baik, atau strategi pemasaran yang lebih efektif, untuk meningkatkan daya saing dan ketahanan bisnis.