Home Report Lanskap Kota Jakarta Berubah Dari Waktu Ke Waktu

Lanskap Kota Jakarta Berubah Dari Waktu Ke Waktu

0
SHARE
Jakarta, REPORT INDONESIA – Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) menginisiasi upaya untuk mempelajari berbagai hasil kajian dan desain tentang penataan ruang atau lanskap suatu kawasan atau wilayah berbasis ketersediaan air untuk kehidupan manusia dan makhluk lainnya, serta cara pemanfaatan yang tidak merusak cadangan ketersediaan air baik dalam jumlah maupun kualitas.
Terkait dengan hal ini, dalam acara seminar IALI dengan Tema :” Save The Water “, sabtu (17/3/2018) di Megabuild Indonesia JCC Jakarta, salah satu narasumber Dr. Ernan Rustiadi, pakar tata ruang dan perencanaan wilayah menjelaskan bahwa pertama, kalau kita berbicara Ciliwung inilah landskap berubahnya Jakarta dari waktu ke waktu. Bagaimana sekarang berubah menjadi sangat cepat dan berdampak pada hilangnya kawasan hijau.
Menurut Ernan Rustiadi, akibat terlampauinya daya dukung, indikasi yang terlihat adalah terdegradasinya lingkungan. Terkait dengan air adalah timbulnya bencana banjir, menurunnya permukaan  tanah. Banyak sudah di bawah permukaan laut.
” Jadi, Kementerian PUPR terkait terlampauinya daya dukung. Kualitas air tanah yang menurun. 75% bencana di Indonesia lebih banyak bencana air. Jakarta salah satu yang mengalaminya. Konsep dasarnya daya dukung, di Jabodetabek ini ada Daerah Aliran Sungai, ada total 13 DAS. DAS Ciliwung ini persis di tengah Jakarta. Hulunya adanya di kawasan puncak. Banyak data menunjukkan kontribusi DAS dalam menciptakan banjir,” ungkapnya.
Setiap segmen Sungai Ciliwung punya permasalahan. Jadi di kementerian PUPR dimasukan menjadi 6 segmen sungai Ciliwung. Setiap segmen ada permasalahan. Di segmen 5 dan 6 paling parah,karena bagian hilir.
” Kawasan puncak juga, tapi sebenernya punya presentasi yang sangat tinggi. Disini ada kawasan hutan. Ada daerah vegetasi lainnya. Kawasan puncak itu bisa dikatakan sebagai etalase, gagalnya menata ruang. Ada villa-villa di kawasan hutan. HGU di perjualbelikan. Terjadi longsor bulan lalu, menjadi heboh. Sebenarnya setiap tahun itu terjadi, karena ada yang meninggal jadi berita. Tapi itu hal yang akan terjadi terus,” ungkapnya.
Banyak villa-villa yang tidak sesuai tata ruang. Tiga tahun lalu jaman Ahok sempet di Bongkar melalui dana DKI, tetapi sekarang sudah banyak lagi. Menurut perpres No.54/2008 puncak itu zona konservasi. Rt/Rw di Jawa Barat ditekankan juga pengendalian puncak.
Indonesia sudah merativikasi UNESCO.  Bagian kawasan cagar biosfer Indonesia. Tapi di lapangan tidak ketat, RT/RW di Bogor juga mengatur puncak itu sebagai hutan lindung.
Salah satu indikasi menurunnya daya dukung sungai, salah satu cirinya adalah debit maksimum tinggi, dan minimum makin sedikit. Karena air tidak lagi meresap ke tanah. Jadi masuk ke tanah cuma sedikit. Disinilah fungsinya ruang terbuka hijau. Disinilah pentingnya kita menata penataan ruang.
” Saya punya data, selama 22 tahun curah hujan harian. Status siaga 1,2,3 frekuensi itu makin tinggi. Maka potensi banjir makin tinggi. Kalau kita lihat rata-rata 10 tahunan tidak ada perubahan pola hujan. Jadi pola hujan tetap. Yang berubah tren tanahnya. Jadi kalo ada cuaca ekstrem jadi longsor. Karena tertutupnya ruang-ruang terbuka hijau. 40% permukiman di puncak tidak sesuai dengan tata ruang. Rt/Rw untuk pertanian atau hutan, tapi malah jadi permukiman. Contohnya desa Tugu selatan 53% tidak sesuai tata ruang. Tugu utara 46% penyimpanan tata ruang paling tinggi. Rt/Rw di Bogor di sinkronkan dengan Jabodetabekjur. Tapi belakangan di revisi, jadi bisa berubah. Kebun teh misalnya, tadi hutan tapi kebun. Jadi disesuaikan dengan keadaan di lapangan,” paparnya.
Akar masalah salah satunya adalah sampah yang juga menjadi persoalan, tidak hanya di hilir, tetapi juga di hulunya. Hotel-hotel di puncak pun masih bermasalah dalam penanganan sampah. Banyak juga di sekitar sungai titik-titik pembuangan sampah.
” Jadi daerah aliran sungai ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja tetapi juga komunitas. Kita bikin gerakan save puncak. Jadi kita membuat perencanaan partisipatif sejak 2014. Ada satu kampung yang kerjanya menjadi penjaga villa. Masalah ini menjadi kompleks, yaitu kembali kepada masalah kesejahteraan. Kita bikin mulung sampah sebulan sekali di hulu sungai Ciliwung. Ini kampanye supaya masyarakat tertarik, kita bikin acara camping. Yang ramah lingkungan, buat bioferi dan tidak menyisakan sampah plastik. Hanya 30% yang masuk ke Tempat Pembuangan Sampah, 70% masuk ke sungai dan kemana-mana.  Maka kita harus merubah paradigma sampah ini. Ini edukasinya harus berubah,” jelasnya.
Menurutnya, bukan hanya memulung sampah, tapi ada pengolahan sampah. Jadi masyarakat sudah mulai tertarik bikin plastik untuk tas. Kita juga bawa barista, karena sudah banyak yang menanam kopi, untuk mengajar kan bagaimana menanam kopi yang baik. Ini lebih ramah lingkungan, daripada menanam sayuran. Kami sekarang mendapat dukungan dari PTPN, terutama menanam tanaman keras di pinggir sungai. Ada juga Ciliwung Fishing Community, ada warga yang menjaga supaya tidak ada yang meracuni. Hasilnya pun ada, sekarang banyak ikan yang sebelumnya tidak ada, menjadi ada. Akibat perbaikan kualitas sungai. Apa yang terjadi di Ciliwung terlampaunya daya dukung wilayah. Jadi perbaikan sungai harus melibatkan masyarakat.
Sedangkan narasumber lainnya, Kepala bidang Aliran Timur Dinas Sumber Daya Air Pemrov DKI Jakarta, Nelson Simanjuntak yang mewakili Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menyatakan bahwa di DKI Jakarta di hilirnya, otomatis bermuara air hujan yang di hulu ke Jakarta. Persoalan yang besar adalah dengan debit air yang maksimum. Prasarana dan sarana di Jakarta harus menyesuaikan. Memang DKI Jakarta harus ada kanal-kanal seperti barat dan timur, karena dibukanya di puncak sebagai kebun teh.
Menurutnya, untuk DKI Jakarta, kita sudah di muara atau pesisir pantai, malah di beberapa lokasi sudah dibawah permukaan air. Beberapa kita lakukan, ada beberapa upaya kita, salah satunya waduk. Ada beberapa waduk yang berfungsi untuk mengendalikan banjir, apalagi Jakarta Utara sudah di bawah permukaan laut tanahnya. Waduk juga difungsikan sebagai kawasan folder, sehingga harus di perlindungan di kawasan ini.
” Sejarahnya kawasan ini kan dahulu adalah rawa dan sawah. Jadi permukiman, konsistennya kita harus mengendalikan airnya. Upaya prokteksi, kita memancang sepanjang 3275 m. Kita amankan agar masyarakat tidak masuk. Karena kalau sudah masuk, akan sulit untuk memindahkannya. Karena kalau masalah sosial itu akan panjang dan ribet. Upaya jaman Pak Ahok memindahkan ke rusun. Tetapi itu pun kita harus menyiapkan lahan rusunnya,” jelasnya.
Jadi, menurut Nelson Simanjuntak, namanya upaya mengendalikan tata ruang itu intinya. Ada limbah, air bersih, sampah, jadi kompleks sekali kalau kita sudah bicara tata ruang. Kita juga melakukan pengerukan sungai-sungai dan membebaskan sampah-sampah di got. Karena di setiap kelurahan ada PPSU. (Mistqola)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here