Jakarta, REPORT INDONESIA – Negara bisa disebut adil, pada saat mampu menjaga proporsionalitas dalam berbagai bidang, terutama hukum, politik, dan ekonomi. Dalam bidang hukum, akan benar-benar terwujud pada saat tidak ada lagi pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil. Dalam politik, keadilan artinya memfungsikan semua cabang kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) pada jalur yang benar, sehingga terbangun politik keseimbangan.
Dalam ekonomi, keadilan bermakna tidak adanya kesenjangan yang lebar, serta rasio ini berada pada skala yang ideal. Sedangkan negara bermartabat merupakan implikasi positif dari kemajuan dan keadilan. Artinya. Jika kemajuan sudah dicapai, dan keadilan sudah bias ditegakkan dalam suatu negara, maka dengan sendirinya negara tersebut akan bermartabat, baik di mata rakyatnya sendiri maupun di mata negara-negara lain. Jika diperhatikan secara mendalam, rezim penguasa dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo saat ini, ketiga bidang itu tidak dikelola dengan baik melalui perencanaan yang matang, sehinnga akhirnya konsep arah pembangunan Indonesia saat ini semakin tidak jelas arahnya. Rezim penguasa saat ini, tampak sepertinya hanya mementingkan kelompok kepentingan tertentu saja, baik kelompok kepentingan politik kekuasaan maupun kelompok kepentingan ekonomi. Bahkan, ironisnya, kelompok kepentingan ekonomi asing sangat kental mengintervensi semua kebijakan yang terkait, walau hal itu selalu dibantah tudingan itu oleh pemerintah dan para pendukung Joko Widodo yang saat ini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Munculnya gerakan #2019GantiPresiden dan Aksi Damai 212 di Monumen Nasional, misalnya, merupakan sebuah fakta yang tak terbantahkan sebagai sebuah reaksi dari kelompok besar masyarakat atas kegagalan kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia dalam mengelola negara. Pembelaan yang membabi-buta dari para loyalis Presiden Joko Widodo terhadap serangan atau kritik dari pihak oposisi dan para pendukungnya, telah melahirkan dua polarisasi kelompok besar masyarakat yang saling berhadapan sangat keras (Cebong vs Kampret) dan sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan, bahkan menakutkan, yang kalau terus dibiarkan, memungkinkan terjadinya perang saudara. Tentunya, hal itu menggambarkan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, bisa dikatakan, tidak lagi memiliki wibawa dengan terus membiarkan hal itu terjadi. Bahkan, alih-alih pemerintah berupaya menghentikan hal itu terus terjadi, malah sepertinya Joko Widodo memanfaatkannya sebagai bagian dari strategi kampanyenya yang semakin tidak beradab.
Bagi sebagian kalangan masyarakat, khususnya dari mereka para pendukung oposisi atau para pendukung Prabowo-Sandi, bahwa tidak ada pilihan lain untuk menghentikan hal itu terus terjadi secara aman dan konstitusional, yaitu dengan cara adanya pergantian kepemimpinan nasional melalui proses Pemilu, khususnya Pemilihan Umum Calon Presiden dan Wakil Presiden di tahun 2019 yang akan datang. Selanjutnya, melalui berbagai pertimbangan, analisa dan kajian akademis yang mendalam disertai dengan berbagai masukan dari para Ulama, Habaib, serta para Purnawirawan TNI/Polri yang tidak diragukan lagi rasa nasionalismenya. Puncaknya, pada tanggal 11 Agustus 2018, tepat sehari setelah pendaftaran Pasangan Prabowo Subianto dan sandiaga Shalahudin Uno ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia pada tahun 2019, kami bersepakat membuat gerakan politik penyeimbang dengan mendirikan “Perkumpulan Rumah Besar Relawan Padi”, dengan tujuan untuk memberikan wadah atau rumah yang besar bagi para relawan, pendukung dan simpatisan Prabowo-Sandi, serta untuk mengimbangi gerakan politik para loyalis Joko Widodo yang sudah tidak lagi memperhatikan etika dan moral dalam merespon kritik yang datang dari para pendukung oposisi. Tentunya, para relawan yang tergabung di Rumah Besar Relawan Padi ini, tetap menjaga dan menjungjung tinggi etika dan moral, serta tidak mudah terpropokasi oleh para pendukung dan relawan rezim penguasa.
Adapun relawan yang tergabung di Rumah Besar Relawan Prabowo-Sandi (Padi) ini, mereka berasal semua unsur kebangsaan dan keummatan yang ada di Republik Indonesia ini, seperti unsur para Purnawirawan TNI/Polri, Advokat, dosen, guru, Ulama/habaib, konsultan, pengusaha, pengelola Warung Tegal (Warteg), mahasiswa, pekerja professional, pedagang pasar, buruh, petani, ibu rumah tangga, kuli bangunan, komunitas lintas agama, dan golongan lainnya. Selanjutnya, setelahh menunggu waktu yang cukup Panjang, akhirnya pengesahan dan pengakuan Perkumpulan Rumah Besar Relawan Padi sebagai organisasi berbadan hukum resmi berdiri, dengan terbitnya Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor AHU-0014730.AH.01.07 Tahun 2018, tertanggal 29 November 2018 tentang Pengesahan Pendirian Rumah Besar Relawan Padi sebagai organisasi relawan yang berbadan hukum.
Relawan PADI diinisiatori/didirikan diantaranya oleh Panglima Slamet Hariyadi(Panglima Politik PADI), Machfud Hadiwijaya(Dewan Pembina PADI), Rizal Hidayat Amien(Anggota Dewan Pembina PADI).
Relawan PADI untuk pemenangan Prabowo-Sandi di Pilpres 2019 beralamat di :
JL. Jenderal Urip Sumoharjo No.25 Jatinegara Jakarta Timur.