Jakarta, REPORT INDONESIA – Sebagai salah satu instrumen pemacu pertumbuhan ekonomi, pemerintah turut menaruh perhatian terhadap keberlanjutan pasokan energi, termasuk dengan menciptakan peluang investasinya, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu caranya dengan menyediakan lebih banyak kemudahan dalam peningkatan daya tarik investasi tersebut.
“Dinamika perkembangan ekonomi makro juga dipengaruhi oleh pergerakan pasar energi global. Pada kesempatan ini, kita akan melihat kondisi energi global pada tahun-tahun sebelumnya, kondisi energi tanah air, dan membahas skenario ke depan,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna saat memberikan sambutan dalam acara diskusi bertajuk “World and Indonesia Energy Outlook 2018”, Selasa (23/10), di Jakarta.
Hadir pula dalam kesempatan ini antara lain Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Eniya Listiani Dewi; perwakilan perusahaan British Petroleum (BP); dan perwakilan kementerian/lembaga terkait.
Montty menerangkan bahwa Indonesia merupakan anggota G-20, sebuah forum yang secara kolektif merepresentasikan 85% output ekonomi global, 2/3 total penduduk dunia, 75% perdagangan internasional, serta 80% investasi global.
Di lain hal, Indonesia juga dihuni oleh sekitar 265 juta orang sehingga menjadikannya sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia. Indonesia juga menyandang gelar sebagai negara dengan ekonomi terbesar ke-10 di dunia dan yang terbesar di Asia Tenggara yang diukur berdasarkan indikator Paritas Daya Beli (PPP).
“Namun, pesatnya perkembangan ekonomi dunia saat ini masih diwarnai ketidakpastian yang dipicu oleh intensitas persaingan perdagangan yang meningkat. Eskalasi tersebut diprediksi dapat mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) Global hampir 1%,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Montty, untuk indikator ekonomi makro Indonesia secara umum menunjukkan posisi yang relatif baik. Sejak 2014, rata-rata pertumbuhan PDB tahunan di atas 5%, sedangkan tingkat inflasi tetap dapat dikendalikan di kisaran 3,5 per tahun. Sementara tingkat kemiskinan telah berkurang hingga lebih dari setengah sejak 1999, atau 9.8% pada tahun 2018.
Saat ini Indonesia masih dikategorikan sebagai negara berkembang yang berpenghasilan menengah dengan Gross Domestic Product (GDP) per kapita US$ 3,847 ( 2017). “Perlu kerja keras untuk membawa Indonesia menjadi negara dengan perekonomian berpendapatan tinggi. Indonesia perlu terus berupaya untuk meningkatkan produktivitas, termasuk di sektor energi, tentunya juga dengan menjamin ketersediaan dan keterjangkauannya,” tegasnya.
Di akhir sambutannya, Montty berharap agar diskusi ini dapat memberikan informasi untuk memahami kompleksitas dunia energi dan membuat keputusan yang tepat dalam rangka mengelola sumber daya energi di Indonesia. “Sehingga pada gilirannya akan dapat memajukan industri nasional lainnya serta meningkatkan perekonomian negara kita,” pungkasnya.
*BP Statistical Review of World Energy*
Menurut rilis publikasi yang dikeluarkan oleh BP, pada tahun 2017, kekuatan struktural di pasar energi terus mendorong transisi ke ekonomi karbon yang lebih rendah. Di tahun yang sama, permintaan energi global meningkat 2,2%, melebihi rata-rata selama 10 tahun yang berada pada angka 1,7%. Tren ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang semakin kuat di negara-negara maju dan mulai melambatnya laju peningkatan intensitas energi.
Kemudian, permintaan terhadap minyak juga meningkat sebesar 1,8%, sementara pertumbuhan produksi berada di bawah rata-rata selama dua tahun berturut-turut.
Adapun jumlah penggunaan gas alam naik hingga 3% dengan produksi yang juga meningkat hingga 4%. Ini merupakan pertumbuhan tercepat sejak krisis keuangan global. Faktor terbesar yang mendorong konsumsi gas global adalah lonjakan permintaan gas di Cina. Penggunaannya meningkat hingga lebih dari 15% karena didorong oleh kebijakan lingkungan dari pemerintah yang mengajak peralihan penggunaan batu bara ke gas.
Penggunaan energi terbarukan (renewables energy) pun turut meningkat pada tahun 2017, diungguli dengan penggunaan angin dan solar. Penggunaan batu bara juga meningkat untuk pertama kalinya sejak tahun 2013.
Dalam review tahunan ke-67 ini untuk pertama kalinya juga terlihat bauran energi pada sektor listrik. Data menunjukkan bahwa pangsa batu bara pada sektor ini tidak berubah dari 20 tahun yang lalu. Kemajuan dalam sektor listrik adalah cara paling efisien untuk menurunkan emisi karbon dalam beberapa dekade mendatang. (Mistqola)