Home Profile Perlukah Ketetapan MPR Tahun 2019, Tentang Kedudukan, SOP Dan Pertanggung Jawaban Kepolisian...

Perlukah Ketetapan MPR Tahun 2019, Tentang Kedudukan, SOP Dan Pertanggung Jawaban Kepolisian ?

0
SHARE

Jakarta, REPORT INDONESIA – Kepolisian telah ditempatkan dalam lembaga negara bukan sub sistem Pemerintah, tidak tuntas pengaturannya, diberikan kekuasaan dan kewenangan dapat melebihi Presiden seperti kewenangan menangkap, menentukan tersangka, menahan/menyita dan bahkan membunuh. Jika tidak rigit pengaturan, maka akan mudah terjadi abus detournement (penyalah gunaan kekuasaan) dan willikeur (sewenang-wenang).

Perlu kajian untuk diusulkan dalam Rantap Sidang MPR kedepan tentang kedudukan, SOP dan Pertanggungjawaban Kepolisian karena tugas Negara dalam konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia diemban oleh kepolisian bukan oleh Presiden/Gubernur/Bupati,hal ini Secara terang benderang diatur dalam pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Tugas pokok Kepolisian Negara RI Yaitu:
1. Memelihara Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat.
2. Menegakkan Hukum
3. Memberikan Perlindungan, Pengayoman Dan Pelayanan kepada Masyarakat. Namun, oleh negara diberikan kepada Kepolisian selaku pemain tunggal dari perencanaan, pelaksanaan dan Pengawasan, akan tetapi tidak diatur secara rigid pertanggung jawaban atas kewenangan tersebut,sehingga merdeka tanpa beban pertanggung jawaban, fakta antara lain, banyak korban ketidak hadiran negara dalam kerusuhan di Jayapura, Wamena dan lainnya bahkan pengunjuk rasa yang dijamin oleh konstitusi dan UU no 9 tahun 1999 tidak mendapat pelayanan dan perlindungan melainkan sebaliknya sampai ada yang meregang nyawa.

Dalam struktur kementerian selaku perangkat Pemerintah, Kepolisian berada diluar maka Presiden tidak dapat mengatur teknis operasional kepolisian. Hal ini berdasarkan UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Presiden Jokowi sering memberikan arahan, namun setelah selesai arahan tersebut berlalu begitu saja. Sebagai contoh arahan agar Kepolisian menggunakan kewenangan diskresioner tidak mudah mengkriminalkan kasus administrasi dalam pembangunan, nyatanya banyak pejabat dan kontraktor di daerah yang dikriminalkan, walaupun perkaranya administrasi dan perdata dengan memanfaatkan isu pemberantasan korupsi.

Penempatan Kepolisian sebagai lembaga Negara tersebutq oleh Ketetapan MPR yang ditindaklanjuti dengan UU Kepolisian, maka MPR yang melahirkan harus bertanggung jawab atas lembaga negara. Masih tepatkah atau dievaluasi untuk dimasukan dalam sistem perangkat pemerintah bukan diluar pemerintahan.

Jika berada dalam sistem pemerintahan, negara-negara di dunia pada umumnya menempatkan kepolisian dalam kementerian dalam negeri.

Dalam UU No. 2 Pasal 13 tahun 2002 tentang Kepolisian dalam tugas dan fungsinya yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Jo UU No. 8 Tahun 1981 adalah bukan bagian Perangkat Pemerintah maka tidak tunduk kepada Kekuasaan Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden, kendati mendapatkan Keputusan Presiden tentang Pengangkatan Kapolri, hal tersebut Presiden sebagai kepala Negara.
Dalam konteks polisi demokrasi yang disampaikan oleh Jenderal Polisi Tito Karnavian maka menunjukkan bahwa Penegasan Polisi bukan dalam rejim eksekutif tetapi lembaga negara walaupun bukan lembaga tinggi negara.
Oleh karena itu MPR sebaga lembaga tinggi negara yang merupakan representasi dari Demokrasi maka lembaga inilah yang seharusnya mewakili rakyat untuk meminta pertanggung jawaban kepolisian dalam mengemban tugas negara dalam konstitusi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

(Penulis: Dudung Badrun, SH., MH adalah Advokat Jakarta, Ketua Departemen Hukum Dan Advokasi Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) Dan Pimpinan Pondok Pesantren Al-Fataa Segeran Kidul Indramayu Jawa Barat)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here