Jakarta, REPORT INDONESIA – Biarkan Pulau Jawa saja yang menjadi korban PLTU. Pantai Utara dan Pantai Selatan Jawa dipenuhi oleh PLTU-PLTU besar.
Lombok merupakan daerah destinasi tujuan wisata dengan pantai yang indah. Sayang jika udaranya harus dikotori oleh fly as CO dan NOX dari PLTU. Daerah ini butuh listrik yang bersih dari EBT: Nuklir Geothermal Surya Bayu Biomad Biogas.
Trend energi listrik dunia kedepan adalah listrik yang bersih yang nircarbon. Indonesia sudah meratifikasi 2 Kesepakatan Dunia dibidang lingkungan hidup menjadi UU yakni: Perjanjian Paris tentang Perubahan iklim dan Konvensi Minamata mengenai Merkuri. Keduanya diundangkan lewat Komisi VII DPR RI dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mengurangi share energi fossil ( batubara dan migas) dalam energy mix kelistrikan nasional. Mendorong pemakaian EBT yang bersih seperti nuklir, hydro, geothermal, surya, angin, biomas, biogas dan hydro laut. Mengapa dunia mengurangi share PLTU Batubara dalam energy mix di hampir semua negara, terutama di negara-negara maju dan di negara-negara new emerging countries ?. Karena setiap mengkonsumsi 1 kwh listrik dari batubara dihasilkan 1000 gram emisi karbon. Setiap pemakaian 1 kwh listrik dari minyak dan gas, masing-masing menghasilkan emisi karbon sebesar 800 gram dan 400 gram. Sedangkan setiap pemakaian 1 kwh listrik dari EBT, terutama nuklir emisi karbon yang dihasilkan sangat rendah hanya sekitar 1 gram. Sehingga tidaklah heran kini banyak negara-negara seperti Turki, Uni Emirat Arab, China, Brazil, Pakistan, Jordan, Saudi Arabia sudah dan sedang membangun PLTN bahkan negara dengan tingkat pendapatan per capita yang relatif rendah, seperti Bangladesh juga sedang membangun PLTN. Indonesia yang sejak tahun 1960an sudah dicita-citakan oleh Bung Karno untuk memakai PLTN, hingga hari ini belum juga. (Penulis : Dr. Kurtubi, Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Nasdem Dapil NTB/ Ketua Kaukus Nuklir Parlemen)