Home Profile Membangun Masyarakat Yang Optimis Dan Waspada

Membangun Masyarakat Yang Optimis Dan Waspada

0
SHARE

Oleh: Hariqo Wibawa Satria (Direktur Eksekutif Komunikonten, Institut Media Sosial dan Diplomasi).

Disampaikan dalam diskusi yang diadakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Gedung Dewan Pers JL. Kebon Sirih Jakarta Pusat, Senin, (23/4/ 2018).

Peradaban dan sejarah ditentukan oleh media yang menonjol pada masanya (Harold Adams Innis, 5 November 1894 di Kanada, Wafat 9 November 1952 di Kanada).

1. Jika tidak Ingin Indonesia bubar pada 2030 nanti, maka pilihlah Prabowo. Jika ingin Indonesia maju pada 2030, maka pilihlah Jokowi. Tim sukses keduanya terus bekerja agar kesimpulan pemilih melebihi target mereka. Jadi pada Pilpres di hari Rabu 17 April 2019 nanti, siapa yang anda pilih?, bagaimana dengan media?, pengguna media sosial?, dll.

2. Apakah jika sebuah media sering memberitakan fakta-fakta yang mendukung Indonesia akan bubar pada 2030, ia bisa dianggap sebagai pendukung Prabowo?. Sebaliknya jika sebuah sering memberitakan bahwa 2030 Indonesia akan maju, maka ia boleh dianggap pendukung Jokowi?. Kita perlu tekun belajar, agar punya metode menyimpulkan media, jika belum menunda kesimpulan lebih baik.

3. Mumpung masih April, jangan lupakan Nazir Datuk Pamoetjak (Lahir di Solok, Sumatera Barat, 10 April 1987), ia perintis kemerdekaan Indonesia. Tahun 1924 ia menjadi Ketua Perhimpunan Indonesia. Ia dan teman2nya mengubah nama Majalah Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka. Putrinya masih hidup hingga sekarang, Namanya Lidia Djunita Pamoentjak. Majalah Indonesia Merdeka membangkitkan optimisme bahwa Indonesia akan merdeka, selain itu juga mengkritik Belanda. Jadi media itu selain membangun sikap optimis, juga sebagai kontrol terhadap penguasa, ini tak bisa dipisahkan dan sudah dicontohkan para pendiri bangsa kita.

4. Sebagian kita itu unik (sedikit hipokrit), contoh: hari senin kita marah pada media A karena merugikan tokoh idola kita atau sesuatu yang kita agungkan, lalu kita tulis di medsos “media bayaran, media partisan” dan umpatan lainnya. Namun hari selasa kita membagikan tautan dari media A tersebut, karena ia menguntungkan tokoh idola kita. MINANG KOCAK

5. Tugas media berbeda dengan tugas bidang humas di sebuah organisasi. Konten-konten yang dibuat humas umumnya bertujuan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi tersebut, dll. Sedangkan konten-konten yang diproduksi media selain untuk meningkatkan kepercayaan terhadap media, juga bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa lewat informasi, pendidikan dan kontrol sosial. Jika kita merasa media melenceng, kita bisa melaporkan ke Dewan Pers, KPI, dll.

6. Kalau ada sebuah media yang isinya positif terus 100 persen tentang sebuah pemerintahan, maka ini dimana fungsi kontrolnya. Demikian juga jika ada media yang isinya terus 100 persen menjelek-jelekan pemerintah, maka dimana fungsi pendidikannya.

7. Media itu bermacam-macam juga, ada media yang dibiayai oleh iuran anggota, ada yang dibiayai APBN, APBD, ada yang disubsidi, dll. Namun secara tujuan sama, dan harus taat pada aturan, dll.

8. Bagi saya yang mendekati ideal adalah, optimis harus, waspada juga harus. Konten itu seperti makanan, jika berita-berita pendek terus yang kita konsumsi kurang baik juga. Sekali-kali kita perlu juga membaca artikel, berbagai penelitian dan survei, jurnal, dll. Para pemimpin terdahulu optimis dan yakin Indonesia bisa merdeka karena wawasannya luas tentang Indonesia dan dunia, itu mereka dapatkan dari membaca, merenung dan persahabatan

9. Media memang berkewajiban agar segala komponen bangsa ini optimis, namun juga berkewajiban membuat konten-konten agar para pemimpin dan kita semua berlaku waspada, berhati-hati, berjaga-jaga, siap siaga.

10. Konten positif vs konten yang benar dan bermanfaat. Konten positif saja bisa menjadikan orang hanya sekedar optimis dan bisa menjurus terlena pada zona nyaman. Konten yang benar dan bermanfaat bisa menjadikan seseorang optimis dan waspada.

11. Banyak survei tentang negara yang paling optimis dan paling pesimis di dunia, namun semua survei itu dilakukan oleh lembaga-lembaga asing. Kita tak tahu kepentingannya. Perlu kita melakukan survei sendiri, atau berbagai lembaga survei di Indonesia gotong royong mengerjakannya untuk dimatangkan dalam beberapa seri forum diskusi terpumpun. (Mistqola)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here