Jakarta, REPORT INDONESIA – Mata merupakan salah satu panca indra yang penting. Namun kenyataan menunjukkan, kesehatan mata masyarakat masih mengalami pelbagai masalah dan kendala yang dihadapi. Permasalahan kesehatan mata bila tidak ditangani dengan baik akan sangat mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas masyarakat.
Pengabaian kesehatan mata akan mengakibatkan penyakit dan kelainan mata dari yang ringan hingga dapat menimbulkan kebutaan yang sebagian besar sebenarnya tidak perlu terjadi (avoidable blindness). Kemudian pandemi Covid-19 menyebabkan pelayanan kesehatan mata semakin kurang mendapatkan perhatian, serta berkembangnya kebiasaan digital yang bila tidak hati-hati dapat berpengaruh buruk terhadap penglihatan.
PERMASALAHAN KESEHATAN MATA
Menurut WHO (World Health Organization) sebagai organisasi kesehatan dunia, di seluruh dunia terdapat tidak kurang dari 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan, dan di antaranya sekitar 1 miliar kasus sebenarnya bisa dicegah. WHO memperkirakan lebih dari 7 juta orang menjadi buta setiap tahunnya, dan setiap 5 detik bertambah satu orang buta.
Pada tingkat global, gangguan penglihatan terbanyak dalam bentuk gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (49%), kemudian katarak (26%) dan Age related Macular Degeneration (AMD, 4%). Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak adalah katarak (34,47%), diikuti oleh gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (20,26%), dan glaukoma (8,30%). Gangguan penglihatan dapat mengenai siapa pun pada segala usia termasuk anak-anak, namun sebagian besar dialami oleh mereka yang berumur di atas 50 tahun.
Lima negara dengan tingkat gangguan penglihatan terbesar (buta dan gangguan penglihatan berat-sedang) adalah Afghanistan, Nepal, Laos, Eritrea, dan Pakistan. Sedangkan lima negara dengan jumlah penduduk yang mengalami gangguan penglihatan terbanyak adalah Cina, India, Pakistan, Indonesia dan Amerika Serikat.
Data global menunjukkan, 9 diantara 10 dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan penduduk negara berkembang. Dari mereka yang mengalami kebutaan sekitar 80% sebenarnya dapat dicegah, dan sebagian besar kebutaan disebabkan oleh katarak. Selain kebutaan, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi juga menjadi masalah serius.
Katarak yang tidak dioperasi dan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi merupakan penyebab utama permasalahan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Sehubungan hal tersebut, pertemuan Kesehatan Sedunia (World Health Assembly) ke 74 pada mei 2021 menetapkan 2 target global untuk dicapai pada 2030 yaitu mewujudkan peningkatan cakupan efektif koreksi kelainan refraksi sebesar 40%, dan peningkatan cakupan efektif operasi katarak sebesar 30%.
Tercapainya target tersebut menuntut kerjasama secara proaktif semua pihak tidak hanya dari sektor kesehatan saja namun juga dari kalangan masyarakat dan lembaga-lembaga internasional, serta tentu saja pemerintah. Permasalahan utama yang selama ini dihadapi adalah dalam hal ketersediaan dan asesibilitas pelayanan kesehatan mata terutama bagi mereka yang tidak mampu, serta keterbatasan sumberdaya maupun pembiayaan yang dialami di banyak negara berkembang.
Di Indonesia berdasarkan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2013 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan pada penduduk usia 6 tahun ke atas menunjukkan, kebutaan diderita 0,4% penduduk, low vision parah dialami 0,9% penduduk, dan ketersediaan koreksi refraksi tanpa atau dengan koreksi minimal sebesar 4,6% penduduk, sedangkan prevalensi katarak adalah 1,8% penduduk.
Pelayanan kesehatan mata yang bermutu, terjangkau, serta merata perlu diupayakan, terutama dengan dilaksanakannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan. Penanggulangan gangguan penglihatan saat ini diprioritaskan pada katarak, kelainan refraksi, glaukoma, retinopati diabetikum, Retinopathy of Prematurity (RoP) dan low vision.
Dalam mengatasi kebutaan di Indonesia, kegiatan terutama dilakukan dengan menekan jumlah prevalensi katarak. Hal itu karena katarak merupakan penyakit yang menjadi mayoritas penyebab kebutaan. Upaya mengurangi kebutaan tersebut diprioritaskan di daerah yang tingkat penderita kataraknya tinggi.
Penanggulangan gangguan penglihatan di lndonesia dilakukan dengan mengutamakan upaya promotif-preventif, meliputi pengendalian faktor risiko, deteksi dini, serta penanganan gangguan penglihatan dan kebutaan, khususnya pada kelompok berisiko, dengan tetap melakukan penguatan terhadap akses masyarakat pada layanan kesehatan yang komprehensif, bermutu, dan terjangkau.
Secara terpadu Kementerian Kesehatan menyusun Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan 2017-2030 untuk mewujudkan masyarakat Indonesia memiliki penglihatan yang optimal melalui program mata sehat 2030.
Pada Peta Jalan ditetapkan Strategi Penanggulangan Gangguan Penglihatan yang terdiri atas: ldentifikasi gangguan penglihatan, Analisa situasi dan pembuatan Plan of Action di tiap provinsi dan kabupaten/kota,Peningkatan sumber daya manusia, Penguatan sistem informasi dan rujukan, serta lntegrasi dengan JKN.
Dalam rangka mendukung ketersediaan data mengenai gangguan penglihatan, Kementerian Kesehatan mengembangkan aplikasi sistem informasi berbasis web/android yang disebut SIGALIH (Sistem Informasi Penanggulangan Gangguan Penglihatan). SIGALIH merupakan aplikasi bagi Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas sampai dengan posbindu untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis data penduduk yang mengalami gangguan penglihatan. Diharapkan Sistem Informasi ini akan menguatkan sistem rujukan kasus–kasus gangguan penglihatan yang perlu ditangani hingga masyarakat yang membutuhkan dapat segera dilayani.
LOVE YOUR EYES
Dalam rangka menggugah perhatian masyarakat mengenai kesehatan mata, pada setiap bulan oktober di hari Kamis minggu kedua ditetapkan sebagai Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day). Peringatan Hari Penglihatan Sedunia diselenggarakan sejak 1988 dan kini diselenggarakan oleh WHO berkolaborasi dengan IAPB ( International Agency for the Prevention of Blindness).
Tahun 2021 Hari Penglihatan Sedunia berlangsung pada 14 Oktober 2021 dengan mengusung tema Love Your Eyes atau sayangilah mata anda. Dengan tema ini diharapkan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan mata dengan promosi kesehatan mata, mencegah penyakit mata, pemeriksaan mata secara rutin, serta mencari pengobatan bila mengalami gangguan penglihatan.
Love your eyes dicanangkan dalam pengertian mata merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan terdiri dari bola mata, kelopak mata, sistem lakrimal, jaringan lunak orbita, dan tulang orbita serta bola mata. Dengan demikian memperhatikan kesehatan mata menyangkut keseluruhan organ mata tersebut.
Covid-19 mengubah kebiasaan dan diperkirakan akan terus berpengaruh hingga setelah era pandemi usai. Perubahan yang mencolok adalah meningkatnya penggunaan perangkat digital terutama gawai dan komputer. Dalam kaitan dengan kesehatan mata perlu memperhatikan untuk tidak mengabaikan gangguan akibat perangkat digital yang disebut sebagai digital eye strain.
Digital eye strain (DES) atau disebut juga computer vision syndrome (CVS) merupakan sekumpulan masalah pada penglihatan yang ditimbulkan oleh penggunaan gawai, komputer, dan tablet yang berkepanjangan. Hal ini disebabkan karena kontras dan silau dari layar monitor yang berlangsung dalam waktu lama, berkurangnya frekuensi mengedip, serta otot mata bekerja lebih berat untuk melihat. Gangguan akan diperberat karena tidak tepatnya jarak mata ke monitor, sudut penglihatan, dan pencahayaan yang buruk.
Gangguan akibat perangkat digital akan mengakibatkan mata kering, merah, terasa mengganjal hingga rasa terbakar, terasa perih, hingga sulit fokus dan penglihatan ganda. Mencegahnya, dalam menggunakan perangkat digital perlu mengikuti pedoman 20-20-20. Setiap 20 menit penggunaan perangkat digital, mata perlu isitirahat selama 20 detik untuk mengalihkan pengelihatan dengan memandang sejauh 20 kaki atau sekitar 6 meter. Dengan demikian mata mendapat kesempatan untuk beristrirahat serta melakukan variasi kegiatan.
Selanjutnya berkaitan dengan Hari Penglihatan Sedunia, dalam menyongsong masa mendatang agaknya pelayanan kesehatan mata yang telah terintegrasi dalam sistem kesehatan nasional perlu lebih ditingkatkan lagi dalam hal cakupan dan kualitas pelayanan serta pengembangan aksesibilitas dan tersedianya sumber daya. Semoga dengan peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan perawatan serta upaya pemulihan di bidang kesehatan mata, maka setiap warga masyarakat dapat memperoleh penglihatan yang optimal.
——————–
Penulis: Dr. Paulus Januar – pengajar kesehatan masyarakat pada Akademi Refraksi Optisi (ARO) Kartika Indera Persada, Jakarta