Jakarta, REPORT INDONESIA – Kesehatan gigi kerap dipandang tidak penting, hingga prioritasnya relatif rendah. Padahal sebenarnya kesehatan gigi merupakan salah satu bagian integral dari hak asasi manusia.
Banyak dari kalangan masyarakat beranggapan, hak asasi manusia hanya menyangkut politik, ekonomi, budaya, pendidikan, atau pun hak yang menyangkut kaum marginal, LGBT, dan korban peperangan. Selama ini dapat dikatakan kurang disadari bahwa hak atas kesehatan merupakan bagian utama dari hak asasi manusia yang fundamental yaitu hak untuk hidup, serta kesehatan gigi merupakan bagian integral dari seluruh kesehatan.
KESEHATAN GIGI SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia. Hak asasi manusia merupakan seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Penetapan kesehatan sebagai hak asasi terdapat pada Konstitusi WHO (World Health Organization). Konstitusi WHO menyatakan bahwa, derajat kesehatan yang setinggitingginya merupakan hak yang mendasar bagi setiap orang. Kesehatan sebagai hak asasi manusia terdapat pula pada Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) yang ditetapkan PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa).
CESCR (Committee on Economic, Social and Cultural Rights) yang merupakan komite di bawah PBB dan WHO mengemukakan 4 komponen utama dari hak atas kesehatan. Empat komponen tersebut adalah ketersediaan (availability), keterjangkauan (accessibility), penerimaan (acceptability) dan kualitas (quality).
Ketersediaan adalah cukup tersedianya fasilitas, peralatan, obat, serta pelayanan kesehatan, termasuk tenaga kesehatan. Keterjangkauan berarti setiap orang dapat mengakses pelayanan kesehatan. Penerimaan menyangkut pelayanan kesehatan agar dapat diterima harus sesuai dengan etika kedokteran serta budaya masyarakat. Kualitas merupakan kesesuaian pelayanan kesehatan dengan kaidah ilmiah dan ilmu kedokteran.
Kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia dinyatakan pada Deklarasi Liverpool yang ditetapkan pada 8th World Congress on Preventive Dentistry yang diselenggarakan di tahun 2005 di Liverpool, Inggeris. Deklarasi Liverpool dipersiapkan oleh WHO yang bermitra dengan IADR (International Association for Dental Research), EADP (European Association of Dental Public Health), dan BASCD (British Association for the Study of Community Dentistry).
Deklarasi Liverpool menyatakan bahwa kesehatan gigi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kesehatan tubuh dan kesejahteraan hidup yang merupakan hak asasi manusia. Dalam rangka mewujudkan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia, selanjutnya diharapkan komitmen dari semua pihak terutama otoritas kesehatan nasional maupun internasional, lembaga swadaya masyarakat, serta warga masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan gigi, terutama promosi kesehatan gigi dan pencegahan penyakit gigi.
Deklarasi Liverpool mengemukakan perlunya peran negara dalam mewujudkan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia. Negara wajib menjamin aksesibilitas pelayanan kesehatan gigi primer dengan mengutamakan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, serta menyusun kebijakan kesehatan gigi sebagai bagian integral dari program kesehatan nasional. Selanjutnya, negara diharapkan mendukung program untuk pengembangan gaya hidup yang sehat dan mereduksi faktor risiko yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan gigi maupun kesehatan umum, serta pemanfaatan sekolah untuk melakukan promosi kesehatan, peningkatan kualitas hidup, dan pencegahan penyakit pada anak-anak maupun remaja dengan melibatkan keluarga dan masyarakat. Negara perlu mendukung penelitian mengenai promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, serta mengembangkan sistem informasi mengenai kesehatan gigi. Lebih jauh lagi, bagi pengembangan kesehatan gigi, diharapkan masyarakat mendapatkan air bersih, sanitasi yang memadai, makanan yang bergizi, serta program fluoridasi untuk mencegah karies gigi.
KESEHATAN GIGI SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Di Indonesia, kesehatan sebagai hak asasi manusia dinyatakan dalam konstitusi UUD 1945 pasal 28H ayat (1). Kemudian realisasinya dinyatakan pada pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yaitu mengenai kewajiban negara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. Selanjutnya sebagai penjabarannya, pada UU Kesehatan yaitu UU no 36/2009 dinyatakan bahwa, kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan.
Kesehatan gigi secara eksplisit disebutkan pada UU Kesehatan, bahkan terdapat bagian khusus tentang kesehatan gigi dan mulut. Pada UU Kesehatan dinyatakan, Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan gigi, pencegahan penyakit gigi, pengobatan penyakit gigi, dan pemulihan kesehatan gigi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan.
Hal ini menunjukkan, diakuinya kesehatan gigi sebagai suatu perwujudan kesehatan sebagai hak asasi manusia. Dengan demikian upaya pelayanan kesehatan gigi untuk mencapai derajat kesehatan gigi yang setinggi-tinggi bukan sekedar demi meningkatkan kesehatan gigi serta mencegah dan mengatasi penyakit gigi. Melainkan harus dilihat dalam perspektif yang mendasarinya yakni, pelayanan kesehatan gigi merupakan suatu upaya pemenuhan hak asasi manusia untuk perwujudan harkat dan martabat kemanusiaan.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak sekali yang harus dikerjakan. Seperti halnya di banyak tempat di dunia, di Indonesia terdapat berbagai permasalahan kesehatan gigi. Tingkat penyakit gigi dan mulut yang tinggi, kebutuhan pelayanan yang belum sepenuhnya terpenuhi, serta disparitas kondisi kesehatan gigi, maupun perilaku kesehatan gigi yang belum kondusif, merupakan sederetan permasalahan yang dihadapi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan RI, dan pada pelaksanaannya kegiatan pengumpulan data biomedik gigi dilakukan PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia), hasilnya menunjukkan:
• 57,6% penduduk Indonesia menyatakan bermasalah gigi dan mulut namun hanya 10,2% yang mendapatkan perawatan dari tenaga medis gigi.
• 75,3% penduduk berdasarkan hasil pemeriksaan tenaga medis gigi memerlukan perawatan gigi, dan di antaranya 4,3% perlu segera dirawat.
• 88,8% penduduk giginya berlubang (karies gigi).
• 74,1% penduduk mengalami radang jaringan penyangga gigi (periodontitis).
• 51,4% penduduk mengalami kehilangan gigi (dentulous) yang mungkin karena kerusakan akibat gigi berlubang, penyakit jaringan penyangga gigi, atau pun kecelakaan, namun hanya 5,5% saja yang telah menggunakan gigi tiruan.
• 94,5% penduduk telah menyikat gigi setiap hari, namun hanya 2,3% saja yang menyikat gigi pada saat yang benar yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur.
Kenyataan ini menunjukkan masih banyak yang perlu dilakukan untuk pemenuhan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia. Memang patut diakui, selain kesehatan gigi masih banyak permasalahan hak asasi manusia lainnya yang mendesak untuk diperjuangkan. Meskipun demikian tetap perlu dikembangkan kesadaran mengenai perwujudan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia. Walau hanya satu unsur saja yang tertinggal, berarti belum terlaksana perwujudan hak asasi manusia secara sepenuhnya.
Pada berbagai kesempatan patut disampaikan mengenai kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia, terutama pada momen seperti peringatan Hari Hak Asasi Manusia yang di seluruh dunia diselenggarakan setiap tanggal 10 Desember. Pemenuhan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh upaya mewujudkan kesejahteraan hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Semoga perjuangan para tenaga kesehatan gigi serta dukungan dari semua pihak, akan mampu mewujudkan kesehatan gigi sebagai hak asasi manusia, untuk tercapainya derajat kesehatan gigi yang setinggi-tingginya bagi seluruh masyarakat!
——————–
Penulis: Dr. Paulus Januar, drg, MS – pakar kesehatan gigi masyarakat dan anggota Pengurus Besar PDGI (Persatuan Dokter Gigi Indonesia)