Jakarta, REPORT INDONESIA – Pandemi penyakit AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) yang disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) bukan hanya merupakan permasalahan kesehatan masyarakat tapi juga menjadi permasalahan sosial. Sejak pertama kali muncul di tahun 1981, hingga kini permasalahan AIDS menuntut upaya bersama untuk mengatasinya.
Setiap tahun, tanggal 1 desember diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia (World AIDS Day). Pada hari tersebut dilakukan berbagai kegiatan untuk memperingati para korban AIDS, dukungan pada upaya memerangi AIDS, dan terutama agar semakin menumbuhkan kesadaran untuk pencegahan AIDS.
Hari AIDS Sedunia pertama kali ditetapkan di tahun 1988 oleh WHO (World Health Organization). Tanggal 1 desember dipilih agar dapat berlangsung secara meluas karena diselenggarakan menjelang akhir tahun. Kemudian untuk meningkatkan kegiatannya, sejak 1996 di tingkat global kampanye Hari AIDS Sedunia dselenggarakan oleh UNAIDS (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS).
HARI AIDS SEDUNIA 2020
Tahun 2020 UNAIDS menetapkan tema global Hari Aids Sedunia: “Global solidarity, shared responsibility” (solidaritas global, tanggung jawab bersama). Kemudian di Indonesia, tema tersebut dikaitkan dengan cita-cita Indonesia bebas AIDS di tahun 2030. Kementerian Kesehatan RI menetapkan tema peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini: “Perkuat kolaborasi, tingkatkan solidaritas: 10 tahun menuju zero AIDS 2030.”
Peringatan Hari AIDS Sedunia yang di Indonesia setiap tahun dilaksanakan, pada tahun 2020 ini juga diselenggarakan. Namun mengingat pandemi Covid-19 yang belum mereda, maka peringatan dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan serta sebagian besar kegiatan dilaksanakan secara daring. Berbagai kegiatan seperti perayaan, diskusi, seminar, konperensi pers, lomba, perayaan tetap diselenggarakan. Malah dalam kaitan dengan Covid-19, pada peringatan tahun ini diingatkan agar walau menghadapai Covid-19, namun penanganan AIDS jangan sampai diabaikan.
Secara global, AIDS merupakan masalah serius yang harus diatasi. Saat ini di seluruh dunia terdapat 38 juta pengindap HIV. Sejak pertama sekali dijumpai, penyakit AIDS diperkirakan telah merenggut nyawa sekitar 40 juta orang. Pada 2019 terdapat 1,7 juta orang terinfeksi HIV, dan terdapat sekitar 690.000 orang meninggal karena AIDS. Sedangkan di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada juni 2020 secara kumulatif terdapat 543.075 pengindap HIV dan telah menyebabkan kematian sekitar 38 ribu orang.
Selain menimbulkan derita dari penyakit dan kematian, AIDS juga pada banyak kasus telah menimbulkan stigma, diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Kemudian dengan terjadi pandemi Covid-19 menyebabkan terhambatnya upaya pencegahan AIDS dan pelayanan kesehatan bagi penderitanya. Pada situasi ini, dalam memperingati Hari AIDS Sedunia, UNAIDS menyerukan mengenai perlunya soildaritas dan tanggung jawab bersama dalam bentuk:
• Pembiayaan kesehatan: negara-negara di dunia perlu mengalang kebersamaan untuk menanggung sepenuhnya biaya kesehatan. Kerjasama domestik dan internasional untuk membiayai kesehatan perlu dibangun dan ditingkatkan.
• Penguatan sistem kesehatan: perlu dilakukan penguatan sistem kesehatan agar setiap orang, setiap komunitas, dan semua negara dapat memperoleh pelayanan kesehatan, tanpa ada yang ditinggalkan. Demikian pula diberikan perhatian pada para tenaga kesehatan yang menangani HIV-AIDS.
• Kepastian akses pelayanan kesehatan: akses untuk pencegahan, pengobatan, perawatan, dan peralatan diagnostik yang terjamin sebagai pelayanan publik.
• Menjunjung tinggi hak asasi manusia: perwujudan hak asasi untuk hidup dan termasuk didalamnya hak atas kesehatan. Dengan demikian dalam kaitannya dengan AIDS tidak boleh ada stigmatisasi dan diskriminasi.
• Menjamin hak perempuan dan kesetaraan gender: perempuan perlu diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut tentang dirinya. Ketidaksetaraan gender menyebabkan perempuan dan remaja putri lemah kedudukannya dalam hal seksualitas dan juga membatasi akses untuk mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
TERAPI ANTIRETROVIRAL
Pada awalnya, penyakit AIDS umumnya berakhir dengan kematian. Namun kini pengobatan bagi pengindap HIV memungkinkan untuk hidup dengan lebih baik hingga usia lanjut.
Bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), berkat kemajuan ilmu kedokteran kini terdapat obat terapi antiretroviral (ARV). Meski sampai kini belum ditemukan obat yang dapat menghilangkan HIV dari tubuh seseorang, namun dengan obat ARV pertumbuhan virus HIV dapat ditekan.
Pada pengidap HIV dengan mengkonsumsi obat ARV, maka virusnya dapat menjadi tidak terdeteksi. Tetapi bila penggunaan obat ARV dihentikan, virus HIV akan muncul dan terdeteksi lagi. Dengan demikian obat ARV harus digunakan terus menerus secara teratur.
Dengan mengkonsumsi obat ARV, maka pengindap HIV dapat menjalani hidup sebagaimana layaknya orang normal. Berkat obat ARV, pengindap HIV dapat bekerja, berkeluarga, dan melakukan aktivitas sehari-hari lainnya. Penelitian menunjukkan, dengan adanya obat ARV maka pengindap HIV memiliki harapan hidup hingga usia tua. Obat ARV pertama kali tersedia pada 1997 dan di Indonesia mulai menyediakan obat ARV secara cuma-cuma sejak 2004.
Terdapat beberapa golongan obat ARV yaitu: nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), Protease inhibitor (PI), Entry inhibitor, dan Integrase inhibitor (INI). Penggunaan obat ARV biasanya dengan mengabungkan beberapa golongan obat ARV agar memberikan hasil yang lebih baik, dibanding hanya menggunakan satu golongan saja. Selain itu penggunaan kombinasi obat ARV untuk mencegah resistensi. Saat ini sudah terdapat pil yang berisi kombinasi beberapa golongan obat ARV. Pengobatan dengan menggunakan beberapa jenis obat ARV disebut sebagai terapi kombinasi atau koktail.
BEBAS AIDS 2030
Dalam rangka mengatasi AIDS, Indonesia turut serta dalam upaya internasional yang dicanangkan UNAIDS untuk bebas AIDS di tahun 2030. Bebas AIDS pada 2030 akan dicapai dengan 3 zero yaitu:
• Tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV,
• Tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan
• Tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Dalam rangka mewujudkan bebas AIDS pada tahun 2030, Kementerian Kesehatan RI menjalankan strategi akselerasi STOP, yaitu singkatan dari Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan:
• Suluh dilaksanakan melalui edukasi agar masyarakat paham tentang HIVAIDS dan mencegahnya;
• Temukan melalui tes untuk deteksi dini pengindap HIV,
• Obati dilakukan agar ODHA segera mendapat terapi ARV,
• Pertahankan yakni pengindap HIV tidak terdeteksi virusnya.
Dalam mencapai bebas AIDS 2030 tercatat kemajuan yang signifikan dalam mengatasi AIDS. Pengalaman negara-negara yang berhasil mengatasi AIDS, beberapa faktor yang berperan adalah:
• Kemauan politik untuk mengatasi AIDS
• Sumber dana yang memadai
• Keterlibatan masyarakat
• Kepemimpinan yang efektif
• Pendekatan ilmiah.
Namun dengan adanya pandemi Covid-19 mengakibatkan terhambatnya upaya mengatasi AIDS. UNAIDS dalam pernyataannya mengemukakan bahwa Covid-19 mengakibatkan tidak tercapainya target yang ditetapkan untuk tahun 2020 dalam rangka upaya bebas AIDS 2030.
Alokasi dana yang cenderung dialihkan untuk Covid-19, mengakibatkan berkurangnya penyediaan obat dan peralatan kesehatan untuk mengatasi AIDS. Global Fund berdasarkan survei yang diselenggarakan di 106 negara mengemukakan bahwa, karena Covid-19, maka anggaran untuk AIDS berkurang hingga 85%. Padahal upaya mengatasi AIDS tidak boleh diabaikan agar tidak meningkat lagi dan menjadi tidak terkendali.
Semoga peringatan Hari AIDS Sedunia 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19 akan meneguhkan kesadaran untuk tetap menjalankan upaya mengatasi AIDS.
Penulis: Dr Paulus Januar, drg, MS – Pakar Kesehatan Masyarakat