Home Profile Apakah Herd Immunity Mampu Mengatasi Pandemi Covid-19 ?

Apakah Herd Immunity Mampu Mengatasi Pandemi Covid-19 ?

0
SHARE

Jakarta, REPORT INDONESIA – Sampai sejauh mana herd immunity atau kekebalan komunitas melalui vaksinasi dapat mengatasi pandemi Covid-19 merupakan permasalahan yang kerap dikemukakan. Sehubungan dengan hal tersebut, harus diakui terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar herd immunity dapat menghentikan pandemi Covid-19. Persyaratan tersebut meliputi penatalaksaan vaksinasi, mengatasi keraguan vaksinasi, serta tetap konsisten melakukan 3M dan 3T.

HERD IMMUNITY

Herd immunity atau kekebalan komunitas adalah keadaan dimana sebagian besar masyarakat (herd) dalam keadaan imun (kebal) terhadap penyakit, hingga penularan penyakit tidak berlangsung. Sebagai akibat dari herd immunity maka seluruh masyarakat terlindungi dari penyakit, tidak hanya mereka yang telah imun saja.

Apakah herd immunity sudah berhasil menurunkan tingkat penularan penyakit atau belum dapat dilihat dari bilangan reproduksi dasar suatu penyakit yang disebut Ro (baca: R naught). Bilangan reproduksi dasar suatu penyakit (Ro) adalah bilangan yang menunjukkan potensi penularan suatu penyakit yaitu bilangan yang menunjukkan berapa banyak seorang penderita penyakit akan menularkan penyakit ke orang lain yang berisiko. Misalnya Ro sebesar 2 maka seorang penderita penyakit akan menularkan penyakitnya ke 2 orang lainnya yang berisiko tertular. Dengan demikian bila Ro lebih kecil dari 1 maka orang yang menderita penyakit tersebut akan semakin berkurang.

Bila terdapat herd immunity maka akan terjadi penurunan Ro menjadi lebih kecil dari 1 (idealnya mendekati nol), hingga tingkat penularan penyakit akan menurun. Dengan semakin menurunnya tingkat penularan penyakit maka akhirnya penyebaran penyakit akan terhenti. Penyakit cacar misalnya yang pada beberapa dekade lalu masih menimbulkan banyak korban. Namun berkat vaksinasi yang meluas dan merata di seluruh dunia, kini Ro-nya nol alias sudah tidak ada lagi penyakit cacar.

Batas berapa banyak masyarakat yang imun untuk terjadinya herd immunity disebut sebagai ambang batas herd immunity (herd immunity threshold) yang umumnya dinyatakan dalam persentase. Bila ambang batas tersebut telah tercapai maka herd immunity sudah terwujud dan tingkat penyebaran penyakit akan mengalami penurunan.
Ambang batas herd immunity didapat dengan rumus 1 – (1/Ro). Berdasarkan perkiraan bahwa Ro Covid-19 di Indonesia adalah sebesar 3,3 maka ambang batas herd immunity adalah 1 – (1/3,3) = 0,7 atau 70%. Berdasarkan perhitungan tersebut maka untuk mencapai herd immunity terhadap Covid-19 maka 70% penduduk Indonesia atau sekitar 181,5 juta orang harus memiliki imunitas.

Imunitas dapat dicapai secara natural atau dengan vaksinasi. Imunitas secara natural terjadi pada penderita penyakit yang telah sembuh hingga dalam tubuhnya terbentuk imunitas. Sedangkan imunitas melalui vaksinasi dilakukan dengan menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh seseorang hingga terjadi imunitas terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin yang dibuat dari mikroba penyebab penyakit yang telah dilemahkan atau telah dimatikan, dapat juga berasal dari racun maupun protein mikroba, akan merangsang tubuh untuk menciptakan antibodi hingga orang tersebut memiliki imunitas.

Imunitas secara natural dengan membiarkan agar orang terjangkit penyakit Covid-19 hingga menjadi imun dengan sendirinya adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Bila ini dilakukan maka sesuai dengan sifat penyakit Covid-19 diperkirakan untuk tercapainya 70% penduduk Indonesia yang memiliki imunitas akan mengakibatkan sekitar 5 juta orang meninggal dan lebih dari 18 juta orang yang harus dirawat di rumah sakit. Berdasarkan kenyataan ini, jelas tidak ada pilihan lain, untuk mencapai herd immunity maka caranya adalah dengan melakukan vaksinasi.

VAKSINASI COVID-19

Vaksinasi terhadap 181,5 juta penduduk sebagai persyaratan terwujudnya herd immunity bukanlah hal yang sederhana. Perlu disediakan vaksin, dan selanjutnya dilakukan distribusi ke seluruh Indonesia, kemudian harus dipenuhi kebutuhan fasilitas, peralatan serta tenaga kesehatan, dan juga pengaturan manajemen serta pembiayaannya.

Kementerian kesehatan merencanakan vaksinasi massal diselenggarakan dalam 2 gelombang. Gelombang pertama pada januari hingga april 2021 akan melaksanakan vaksinasi terhadap 40,3 juta orang yang terdiri atas 1,4 juta tenaga kesehatan, 17,4 juta petugas publik dan 21,5 juta lansia. Gelombang ke dua pada april 2021 hingga maret 2022 akan melaksanakan vaksinasi terhadap 141,3 juta orang yang terdiri atas 63,9 juta masyarakat rentan dan 77,4 juta masyarakat lainnya. Selanjutnya mengingat tubuh membutuhkan waktu untuk terbentuknya antibodi dalam jumlah yang optimal, maka herd immunity baru akan sepenuhnya terwujud menjelang pertengahan 2022.

Saat ini gelombang pertama sedang berlangsung dan pengalaman di lapangan menunjukkan tidak mudah pelaksanaannya. Sedangkan gelombang ke dua yang lebih bersifat massal dan meluas diperkirakan setiap hari harus dilakukan vaksinasi terhadap sekitar 1 juta orang per hari. Sungguh suatu pekerjaan besar yang tidak ringan apalagi mengingat luasnya wilayah Indonesia dan cukup banyak yang sulit dijangkau.

Permasalahan berikutnya dari vaksinasi Covid-19 adalah sampai sekarang belum diketahui berapa lama imunitas akan berlangsung. Diharapkan dengan berjalannya waktu dan semakin banyak orang yang mendapatkan vaksinasi akan segera diketahui berapa lama imunitas akan berlangsung.

Vaksinasi influenza misalnya yang virusnya memiliki kemiripan dengan virus corona baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19, ternyata imunitas yang ditimbulkan dari vaksinasi influenza hanya efektif selama 1 tahun. Dengan demikian untuk mempertahankan imunitas berarti setelah 1 tahun harus dilakukan vaksinasi ulang.

Apabila imunitas dari vaksinasi Covid-19 hanya efektif selama setahun, berarti mulai januari 2022 sudah harus mulai dilakukan pengulangan pemberian vaksinasi (revaksinasi). Padahal pada januari 2022 masih berlangsung vaksinasi gelombang ke dua sebanyak 1 juta orang per harinya. Dengan demikian perlu dipersiapkan secara seksama mengenai kemungkinan terjadinya keharusan revaksinasi agar herd immunity dapat terus berlangsung.

KERAGUAN VAKSINASI COVID-19

Permasalahan dalam melakukan vaksinasi massal adalah keraguan vaksinasi (vaccine hesitancy). Keraguan vaksinasi adalah perilaku menunda atau bahkan menolak vaksinasi, meski pelayanan vaksinasi tersedia. Keraguan vaksinasi bukan hanya dijumpai pada vaksinasi Covid-19, tapi selama ini telah menjadi permasalahan misalnya pada vaksinasi TBC, polio, campak, hepatitis B, dan lain-lain.

Berbagai survei yang dilakukan menunjukkan berkisar antara separuh hingga dua pertiga dari masyarakat Indonesia menyatakan bersedia menjalani vaksinasi, sedangkan sisanya menyatakan keraguan bahkan terdapat yang menolak vaksinasi Covid-19. Survei yang diselenggarakan Katadata Insight Center pada 13-16 februari 2021 menunjukkan hanya 54% masyarakat yang bersedia divaksinasi Covid-19, sedang 33,8% belum memutuskan dan 12,2% menyatakan tidak bersedia.

Keraguan vaksinasi merupakan permasalahan serius yang harus diatasi dalam mewujudkan herd immunity untuk penanggulangan Covid-19. Berdasarkan hasil survei, umumnya keraguan terhadap vaksinasi terutama karena tidak yakin akan efektivitas dan keamanan vaksinasi, serta ketidakpercayaan terhadap vaksinasi Covid-19.

Dalam mengatasi keraguan vaksinasi, pemberian informasi saja tidak cukup. Menurut WHO (World Health Organization), selain pemberian informasi, untuk mengatasi keraguan vaksinasi lebih jauh lagi perlu menumbuhkan motivasi. Motivasi untuk mendapatkan vaksinasi akan timbul dari apa yang dipikirkan dan proses sosial lingkungan.

Motivasi untuk menjalani vaksinasi akan timbul berdasarkan pemikiran dan situasi sosial yang memandang manfaat vaksinasi akan mengatasi risiko bila tidak divaksinasi serta kepercayaan terhadap vaksinasi. Hal ini yang perlu dikembangkan agar masyarakat bersedia untuk menjalani vaksinasi.

TETAP MENJALANKAN 5M DAN 3T

Berbagai vaksin Covid-19 yang tersedia memiliki tingkat efikasinya masing-masing. Efikasi adalah tingkat penurunan kemungkinan terkena penyakit pada mereka yang telah divaksinasi, dibandingkan dengan mereka yang tidak divaksinasi. WHO menetapkan standar efikasi vaksin Covid-19 minimal sebesar 50%.

Vaksin Sinovac yang beredar di Indonesia memiliki efikasi sebesar 65,3% yakni kemampuan menurunkan kemungkinan terkena penyakit Covid-19 hingga 65,3%, dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalani vaksinasi. Hal ini berarti, misalnya bila tidak dilakukan vaksinasi Sinovac akan terdapat 100 orang yang terkena Covid-19, maka berkat vaksinasi mereka yang terkena Covid-19 berkurang sebanyak 65 orang, tapi tetap ada 35 orang yang terkena Covid-19. Risiko tertular Covid-19 masih tetap ada meskipun hasil uji klinis menunjukkan imunogenitas vaksin Sinovac adalah sebesar 99,23% yang berarti hampir semua orang yang menjalani vaksinasi dalam tubuhnya terbentuk antibodi.

Kenyataan menunjukkan tidak ada vaksin Covid-19 yang efikasinya 100% hingga meski telah divaksin tetap terdapat risiko terkena Covid-19. Dalam rangka memperkecil risiko tertular Covid-19, maka meski telah menjalani vaksinasi dan herd immunity telah berlangsung, namun tetap perlu dilakukannya 5 M yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas. Dengan melaksanakan 5M berarti mencegah agar tidak terjadi kontaminasi serta menghilangkan virus corona baru (SARS-CoV-2) yang merupakan penyebab Covid-19.

Vaksinasi disertai pelaksanaan 5 M merupakan pencegahan tertular Covid-19 secara ‘luar-dalam.’ Dari luar dilaksanakan 5 M hingga virus yang berada di luar tubuh tidak memasuki tubuh. Sedang dari dalam melalui vaksinasi akan menimbulkan imunitas di dalam tubuh. Hal ini perlu senantiasa dilakukan hingga berakhirnya pandemi Covid-19.

Kemudian dari otoritas pelayanan kesehatan perlu secara meluas melakukan 3T yaitu testing (pemeriksaan), tracing (penelusuran), dan treatment (perawatan pasien). Dengan melakukan 3T maka penyebaran penyakit Covid-19 dapat dibatasi sedangkan mereka yang menderita Covid-19 dapat ditangani sedini mungkin.

Berdasarkan ketentuan WHO, pemeriksaan terutama terhadap mereka yang berisiko adalah 1 orang per 1000 penduduk per minggu. Pemerintah Indonesia menetapkan target pemeriksaan Covid-19 terhadap paling sedikit 30.000 orang per hari. Sedangkan terhadap setiap orang yang terdeteksi positif Covid-19 perlu dilakukan pelacakan serta kemudian pemeriksaan hingga sekitar 30 orang yang dalam kurun waktu 2 minggu pernah berkontak erat dengan pasien tersebut.

Vaksinasi untuk mewujudkan herd immunity yang secara simultan disertai dengan 5M dan 3T akan meminimalkan kemungkinan penyebaran penularan Covid-19. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan berbagai upaya tersebut akan dapat mengakhiri pandemi Covid-19.

KEBERSAMAAN MENGHADAPI COVID-19

Ternyata berdasarkan kompleksitas dan besarnya permasalahan, terdapat persyaratan mendasar dalam mengatasi pandemi Covid-19 yaitu harus ada kebersamaan. Kebersamaan harus dilakukan untuk keterpaduan seluruh daya dan upaya dalam mengatasi Covid-19. Kebersamaan bukan hanya di antara pemerintah dan kalangan profesi kesehatan namun juga dengan seluruh komponen masyarakat. Pasti bersama kita bisa mengatasi Covid-19!

———————————-
Penulis: Dr. Paulus Januar, drg, MS – Pakar Kesehatan Masyarakat

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here