Jakarta, REPORT INDONESIA – Intelektual Muda Nahdlatul Ulama, Mukhlas Syarkun saat dinterview terkait dengan isu kebangkitan PKI menjelaskan bahwa oknum-oknum PKI yang masih dendam itu masih ada, tetapi jangan kemudian dieksploitasi dan dinarasikan ke ruang publik terlalu berlebihan, karena itu bisa memberi tafsir yang seolah-olah ada ancaman besar.
Hal ini diungkapkannya usai acara Diskusi Publik Kaukus Muda Indonesia dengan Tema :” Isu Kebangkitan PKI: Antara Realita Atau Propaganda ?”, yang diselenggarakan pada hari Selasa, (6/3/2018) di Hotel Sahid Jakarta.
Menurut Mukhlas Syarkun, yang paling penting substansinya, bagaimana yang para pendendam itu didekati.
” Kan manusia, secara kemanusiaan. Tetapi memang kita menyadari bahwa upaya-upaya balas dendam itu memang masih kelihatan, kita menyadari itu, tetapi mengatasinya itu tidak dengan cara bombamtis. Itu yang saya tidak setuju,” ungkapnya.
Menurutnya yang harus lebih diwaspadai adalah substansi ideologi PKI yang otoritarian, yang melawan demokrasi. Itu yang harus kita waspadai. Yaitu gerakan-gerakan radikal liberal itu yang harus kita waspadai.
Sementara itu dikesempatan yang sama, salah satu narasumber pengamat politik, Tuswoyo GA menyatakan hal yang sama bahwa memang ada orang-orang yang masih punya dendam terhadap masa lalu. Kenapa mereka masih punya dendam ? karena memang pengaruh kaderisasi, ideologisasi dan sebagainya. Inilah yang harus didekati secara personal, supaya mereka mengerti bahwa sudah tidak layak lagi mereka bangkit.
” Kondisi Internasional maupun lokal sudah tidak mungkin mendukung proses itu. Tetapi sayangnya pendekatan-pendekatan tidak dilakukan, tetapi justru ada yang mengangkat isu PKI menjadi komoditas politik untuk membuat musuh bersama . Ini sebetulnya yang tidak kita inginkan,” ungkap Tuswoyo AG.
Untuk itulah menurut Tuswoyo, kedepan kita semua sudah sepakat bahwa tidak perlu lagi mengedepankan otoritarianisme. Entah itu yang militerisme, itu yang PKI, entah yang Fasisme, itu tidak perlu lagi. Karena kita sudah sepakat dengan demokrasi.
” Kedepan kita harus fikirkan bagaimana demokrasi itu membawa kepada kesejahteraan masyarakat,” harapnya. (Mistqola)