Jakarta,REPORT INDONESIA – Dono Boestami selaku Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menandatangani Perjanjian Pembiayaan Pengadaan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel Periode Mei – Oktober 2018 antara Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit dengan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati. Penandatangan kerjasama ini merupakan bentuk konsistensi Pemerintah untuk mendukung pembangunan industri sawit yang berkelanjutan sekaligus mendorong peningkatan ketahanan energi.
Kerjasama penyediaan BBN jenis Biodiesel antara BPDPKS dengan Badan Usaha BBN mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit berserta perubahannya pada Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2016 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel dalam kerangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Terdapat 19 (sembilan belas) Badan Usaha BBN yang terikat kontrak dengan BPDPKS untuk penyaluran Biodiesel periode Mei hingga Oktober 2018 dengan total volume sebesar 1,46 juta kilo liter. Besarnya volume tersebut, ditetapkan berdasarkan kebutuhan solar nasional. Sektor yang mendapatkan pendanaan mencakup sektor Jenis BBM Tertentu (JBT)/PSO dan pembangkit listrik PLN.
Pelaksanaan kerjasama penyediaan Biodiesel melalui Dana Perkebunan Kelapa Sawit tidak terlepas dari dukungan penuh para pihak terkait. Untuk itu kami memberikan apresiasi khususnya kepada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE) yang dipimpin oleh pak Rida Mulayana sebagai Dirjen-nya, PT. Pertamina (Persero), PT. AKR Corporindo Tbk, serta Badan Usaha BBN yang telah berkontribusi aktif dalam program pemanfaatan BBN Jenis Biodiesel melalui kerangka dukungan pembiayaan Dana Sawit, sehingga dapat mengakomodasi penetrasi pasar untuk produk hilir minyak sawit khususnya biodiesel, yang akhirnya dapat meningkatkan dan menjaga kestabilan harga CPO, sesuai amanat dalam Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2015.
Dari 26 Perusahaan Produsen Biodiesel yang aktif berproduksi, terdapat 19 Badan Usaha yang akan menyalurkan biodiesel untuk periode ini. Total kapasitas terpasang 19 (Sembilan belas) Badan Usaha BBN jenis Biodiesel yang akan menyalurkan Biodiesel periode Mei sampai dengan Oktober 2018 ini per April 2018 mencapai 11,62 juta kilo liter. Angka ini tentunya cukup untuk mendukung pelaksanaan peningkatan mandatori Biodiesel menjadi 30% (B30) yang ditargetkan akan dimulai pada tahun 2020. Pemerintah bersama para pihak terkait juga harus terus merancang upaya-upaya strategis agar program mandatori Biodiesel dapat terlaksana secara berkelanjutan. Program insentif biodiesel melalui dukungan Dana Sawit terbukti dapat menstabilkan harga. Data saat ini menunjukan harga CPO di angka 655 USD / MT (meningkat 30% dibanding harga Agustus 2015).
Realisasi penyaluran Biodiesel yang didukung oleh Dana Sawit sejak implementasi program (Agustus 2015) hingga April 2018 mencapai 5.88 juta kilo liter dengan dana yang disalurkan sebesar Rp.24.71 Triliun dengan penghematan devisa negara dari pengurangan impor minyak solar sebesar Rp30 Triliun dan penurunan emisi GRK sebesar 8,79 Juta Ton CO2e. Pemberian insentif dana biodiesel juga berkontribusi langsung terhadap pemasukan ke kas negara dari pajak sebesar Rp. 2,25 Triliun. Sedangkan untuk tahun 2018, pembiayaan Biodiesel dianggarkan sebesar Rp.9,8 Triliun dengan target volume biodiesel yang dibayar sebesar 3,22 juta kilo liter. Realisasi pembayaran insentif biodiesel selama 2018 s.d April 2018 sebesar Rp.3.24 Triliun dengan volume 0,97 juta kilo liter (30,10%).
Dalam tahun ini pemberian insentif biodiesel akan diperluas untuk sektor Non PSO, mulai dari sektor industri tambang pada tahap awal. Dana Sawit dipastikan masih dapat memenuhi kebutuhan insentif biodiesel sesuai target nasional arahan dari Komite Pengarah.
Terhadap kesiapan industri biodiesel dalam mensuplai biodiesel untuk program B20 dan bahkan untuk mendukung pelaksanaan mandatori Biodiesel 30% (B30) yang ditargetkan akan dimulai pada tahun 2020, cukup siap dengan kapasitas terpasang produksi biodiesel Badan Usaha BBN jenis Biodiesel saat ini yang mencapai sekitar 12,06 juta kilo liter.
Insentif Biodiesel
Pembiayaan untuk penyediaan biodiesel ini merupakan insentif dan bukan merupakan subsidi. Insentif Biodiesel adalah salah satu wujud keberpihakan pemerintah kepada masyarakat. Sumber dananya bukan dari APBN, sehingga negara tidak mengeluarkan uang untuk insentif ini. Dana yang digunakan dipungut dari perusahaan yang melakukan ekspor komoditas kelapa sawit. Dana ini dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dengan adanya skema insentif ini, pemerintah tidak perlu mengeluarkan APBN Rp21 Triliun dari 2015-2017 untuk implementasi kebijakan mandatori biodiesel. Selain itu, dengan adanya skema insentif ini, pemerintah juga menghemat devisa Negara hingga Rp.14,83 Triliun per tahun karena tidak perlu impor Bahan Bakar Jenis Solar sekitar 3 juta KL. Penghematan dana ini digunakan untuk perluasan berbagai macam program pemerintah termasuk penanggulangan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan.
Selain penghematan, skema insentif juga terbukti mengurangi CO2 dan menjadi bagian dari komitmen COP 21 Paris untuk memenuhi target nasional pengurangan emisi sebesar 29 % (unconditional) dan 41 % (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030. Tanpa penerapan kebijakan biodiesel ini, Indonesia sulit memenuhi komitmen tersebut.
Insentif diberikan kepada perusahaan karena perusahaan tersebut memproduksi Biodiesel. Semua perusahaan yang memproduksi Biodiesel dan memenuhi syarat kualitas dapat menjadi penyalur Biodiesel. Besarnya insentif diberikan tergantung besarnya jumlah biodiesel yang disalurkan. Besarnya jumlah yang disalurkan tergantung dari Kapasitas Produksi dari perusahaan tersebut. Semakin besar kapasitas produksi, semakin besar jumlah biodiesel yang dapat disalurkan.
Tanpa Insentif, penyaluran biodiesel sulit dilakukan oleh perusahaan karena harga indeks pasar biodiesel lebih tinggi dibandingkan harga indeks pasar bahan bakar jenis solar saat ini.
Dalam skema insentif ini juga dapat menaikkan taraf hidup petani sawit, karena dengan peningkatan harga Tandan Buah Segar (TBS) yang mengikuti kenaikan harga CPO, mengingat 41% lahan perkebunan dikelola petani swadaya. Jika hasil produksi petani ini tidak diserap melalui program biodiesel ini maka harga TBS bisa turun dan mengurangi pendapatan petani.
Pemberian insentif untuk biodiesel ini sifatnya sementara, bahkan jika harga indeks pasar bahan bakar jenis solar naik dan menyamai harga indeks pasar biodiesel, maka tidak diperlukan lagi insentif. Pemberian insentif juga bisa dialihkan jika terdapat alternatif untuk menyerap hasil produksi CPO baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.
Dengan adanya dana pungutan, para petani juga mendapatkan program peremajaan sawit rakyat yang berdampak pada peningkatan produktivitas, sumber daya petani, dan Peningkatan kesejahteraan Petani.(Mistqola)