Jakarta, REPORT INDONESIA – Dana Perkebunan Kelapa Sawit merupakan suatu program pendanaan yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan 5 (Lima) Kementerian lainnya, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Latar belakang dari program ini adalah turunnya harga kelapa sawit dunia, dimana pada pertengahan 2015 harga CPO mencapai sekitar 500 USD/ton. Pada saat yang bersamaan, perkebunan kelapa sawit sudah memasuki masa panen, tetapi petani tidak dapat menjualnya. Penyerapan di dalam negeri sedikit, dan ekspor tidak dapat dilakukan karena harga yang sangat rendah, sehingga terjadi over supply.
Kondisi ini sangat mengancam keberlanjutan perkebunan kelapa sawit dan juga perekonomian Indonesia, mengingat kelapa sawit merupakan salah satu komoditi unggulan dan Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Salah satu cara untuk menyelamatkan perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah dengan menyerap produksi sawit dalam negeri.
Pada saat yang bersamaan, pada tahun 2015, kebijakan nasional mandatori Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel di Indonesia mengalami kendala terkait dengan harga jual Biodiesel yang lebih tinggi dari minyak Solar. Di samping itu Pemerintah juga tidak mengalokasikan subsidi Biodiesel pada APBN-P 2015 seperti tahun-tahun sebelumnya, yang menyebabkan produksi dan pemanfaatan Biodiesel dalam negeri menurun drastis, pada periode Januari sampai dengan Juli 2015, pemanfaatan Biodiesel hanya disalurkan oleh sektor non PSO walau belum semuanya, karena kepatuhan beberapa Badan Usaha Bahan Bakar Minyak jenis Minyak Solar terhadap program mandatori BBN jenis biodiesel.
Dengan adanya program pendanaan selisih kurang antara Harga Indeks Pasar Minyak Solar dengan Harga Indeks Pasar Biodiesel, dimana awal penyaluran biodiesel di sektor PSO dalam kerangka pendanaan oleh BPDPKS dimulai tanggal 17 Agustus 2015.
Dengan adanya program ini maka produksi Biodiesel di tahun 2015 dapat mencapai sekitar 50,4% dari produksi Biodiesel tahun 2014 sebesar 3,96 juta KL, dan mulai dapat meningkatkan harga CPO yang diharapkan juga dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit keberlanjutan industri sawit nasional.
Mengingat Biodiesel Indonesia menggunakan bahan baku CPO, dan industrinya tersedia, hal ini membawa pada satu solusi cepat untuk menyelamatkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Para pengusaha sawit bersedia untuk mengeluarkan dana, yang saat ini dikenal dengan pungutan dana sawit, selama produksi CPO mereka dapat diserap di dalam negeri dengan harga keekonomian.Dengan terserapnya produksi CPO tersebut, kendala over suplai dapat diatasi, di satu sisi juga dapat menjaga keberlanjutan industri perkebunan sawit nasional.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS) yang mulai berdiri di bulan Juni 2015, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015, bertugas untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Adapun arah kebijakan atas pelaksanaan tugas BPDPKS disusun dan ditetapkan oleh Komite Pengarah yang pada awal pembentukannya terdiri dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. “Prioritas penggunaan dana dan alokasinya ditentukan berdasarkan kebijakan Komite Pengarah dan program Pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015” Jelas Dono Boestami, Direktur Utama BPDPKS, Selasa(6/3/2018) di Jakarta.
Salah satu progam penyaluran dana yang dilakukan adalah untuk menutup selisih kurang antara Harga Indeks Pasar Minyak Solar dengan Harga Indeks Pasar Biodiesel. Pada tahun 2016, pendanaan Biodiesel mendapatkan alokasi sebesar 90%. Alokasi ini ditentukan dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk meningkatkan dan menstabilkan harga CPO. Dengan adanya pendanaan ini, produksi Biodiesel yang pada saat itu baru diproduksi oleh 10 (sepuluh) Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel meningkat 121,2% dibandingkan produksi pada tahun 2015.
Pada tahun 2016 produksi biodiesel mencapai sekitar 3,66 juta KL dan menyerap CPO sekitar 4,06 juta KL, kondisi tersebut terbukti dapat meningkatkan harga CPO, mulai awal tahun 2016 terus merangkak naik dan stabil di harga sekitar ±750 USD/ton hingga saat ini. Jika di awal program penyaluran Biodiesel dalam kerangka pendanaan oleh BPDPKS dilakukan oleh 10 BU BBN, selanjutnya pada tahun 2016 dilakukan oleh 16 BU BBN dan di tahun 2017 oleh 19 BU BBN. Sehingga konsentrasi penerima insentif dana biodiesel pun mengalami perubahan yang cukup signifikan menjadi lebih merata, tidak terfokus pada beberapa BU BBN.
Menurut Direktur Utama BPDPKS, Dono Boestami, dampak kebijakan pendanaan Biodiesel ini tidak dapat dilihat secara parsial dengan membandingkan kontribusi perusahaan terhadap pungutan sawit dengan penggunaan dana sawit, melainkan harus dilihat dampak dan manfaatnya secara makro, yaitu terhadap perkebunan kelapa sawit dan perekoomian Indonesia.
Program pemanfaatan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang dihimpun oleh BPDPKS disamping untuk pendanaan insentif Biodiesel yang bertujuan untuk mewujudkan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan, juga dimanfaatkan untuk pengembangan Sumber Daya Manusia Perkebunan Sawit, penelitian dan pengembangan baik di hulu dan hilir terkait sawit, peremajaan perkebunan sawit, pengembangan dan pengadaan sarana dan prasarana terkait perkebunan sawit, serta promosi dan advokasi di bidang perkebunan kelapa sawit.
“Program Dana Perkebunan Kelapa Sawit merupakan kebijakan makro untuk menyelamatkan perkebunan kelapa sawit Indonesia agar terjaga sustainability nya dan kesejahteraan petani sawit juga dapat lebih baik.” Jelas Dono Boestami, Direktur Utama BPDPKS. (Mistqola)