Jakarta, REPORT INDONESIA – PDGI sebagai organisasi profesi yang menghimpun dokter gigi Indonesia perannya tidak mungkin dihilangkan. Tidak benar kalau dikatakan bahwa kehadiran organisasi profesi kedokteran gigi tidak diperlukan lagi dengan ditetapkannya UU no 17/2023 tentang Kesehatan. Sama sekali tidak dapat dihilangkan peran PDGI untuk pengembangan profesi, advokasi, peningkatan kesejahteraan, serta sosialisasi profesi dokter gigi.
Dr drg Paulus Januar mengemukakannya pada paparannya sebagai pembicara pada seminar Serang Dentistry yang dengan bertemakan The Existence of Dentist in the New Regulation. Kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan PDGI pada 2-3 Desember 2023 tersebut dihadiri oleh para dokter gigi yang dengan antusias mengikuti.
Diuraikan oleh pembicara yang juga merupakan salah seorang Pengurus Besar PDGI, pengembangan profesi yang selama ini intensif dijalankan akan senantiasa tetap dilakukan. Kegiatan pengembangan profesi seperti seminar, diskusi, pelatihan, dan peningkatan kompetensi dokter gigi hanya akan paling efektif berhasil guna bila diselenggarakan oleh kalangan profesi kedokteran gigi. Secara rhetorik dipertanyakan, siapa lagi yang paling mampu melakukan pengembangan profesi kalau bukan dari kalangan profesi itu sendiri.
Menurut pembicara kenyataan menunjukkan, kegiatan yang dilakukan bersama-sama secara terorganisasi akan sangat lebih berhasil guna, dibandingkan dengan kalau dijalankan secara individual. Dengan demikian mutlak perlu peran PDGI sebagai organisasi profesi dalam menjalankan mobilisasi para dokter gigi. Hal ini sudah dijalankan seperti pada kegiatan bakti sosial, membantu mengatasi bencana, serta kampanye kesehatan gigi. Bahkan ketika pandemi Covid-19 lalu maupun juga pada pelaksanaan RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) telah terbukti peran serta melalui mekanisme pengorganisasian para anggota PDGI.
Selain itu ditandaskan pula, organisasi profesi sangat diperlukan untuk memperjuangkan kondisi kerja dan keejahteraan yang layak, serta jaminan kerja bagi para dokter gigi. Disampaikannya, mungkin luput dari perhatian selama ini mengenai terjadinya dokter gigi yang secara semena-mena dapat diberhentikan dari pekerjaannya, ataupun masih terdapat dokter gigi yang diberi imbalan di bawah UMR, serta masih terjadi pula kontrak kerja yang tidak adil bagi dokter gigi. Di sini perjuangan PDGI sebagai organisasi profesi mutlak perlu.
Sosialisasi untuk meningkatkan marwah profesi dokter gigi patut pula dijalankan. Ditambahkannya, UU Kesehatan Omnibus law memungkinkan hadirnya beberapa wadah dan tidak single bar lagi. Menghadapi kenyataan tersebut dikemukakannya, PDGI perlu melakukan branding di masyarakat sehingga terdapat citra yang spesifik bahwa para anggota PDGI merupakan jaminan dokter gigi yang profesional, memegang teguh etika, serta berdedikasi yang lebih unggul, dibanding dengan yang bukan anggota PDGI.
Selanjutnya advokasi semakin penting untuk dijalankan PDGI mengingat masih terdapatnya pandangan yang kurang tepat serta masih rendahnya prioritas untuk program kesehatan gigi. Selain itu dengan semakin hari semakin meningkatnya kasus dokter gigi yang diadukan karena dugaan melakukan kelalaian praktik, maka perlindungan hukum, pendampingan dan pembelaan angota perlu semakin dikembangkan. Kemudian secara umum perlu pula terus menerus ditingkatkan daya tawar profesi kedokteran gigi.
Akhirnya dengan bersemangat ditandaskan, UU Kesehatan omnibus law yang baru ditetapkan telah meniadakan berbagai kewenangan PDGI yang dahulu ditetapkan pada UU no 29/2004 tentang praktik kedokteran. Namun meskipun demikian, sama sekali tidak dapat menghilangkan peran PDGI sebagai organisasi profesi untuk untuk menjalankan pembinaan dan perjuangan para dokter gigi.
Bahkan menurut Dr dr Paulus Januar, kenyataan ini akan semakin meningkatkan peluang PDGI untuk melakukan partisipasi dan kontrol sosial terhadap kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia, dalam rangka pengabdian untuk turut meningkatkan kesejahteraan rakyat.(Red)