Jakarta, REPORT INDONESIA- PERTAMINA luar biasa dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat/pemudik dengan mengerahkan 200 sepeda motor sebagai “SPBU Darurat” di jalan toll lintas Jawa dan juga di toll lintas Sumatera. Jalan toll berbayar ini semacam Interstate-Highway di AS yang gratis. Setahu saya, bentuk layanan BBM seperti ini hanya ada di Indonesia. Karena hanya Indonesia yang Konstitusi nya mengatur secara tegas bahwa: 1). Kekayaan (=migas) yang ada diperut bumi dikuasai (dan dimiliki) oleh Negara dan dipakai untuk sebesar2nya kemakmuran rakyat,
2). Cabang produksi penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak (=BBM) dikuasai oleh Negara. Sehingga disisi hilir, adalah kewajiban Negara (melalui PERTAMINA) untuk memenuhi kebutuhan BBM rakyat, termasuk kebutuhan darurat yang mungkin terjadi dimusim MUDIK ini. Pengalaman pribadi, kebetulan saya hobi nyopir, kemana-mana nyopir sendiri. Sekitar tahun 1990an, selama 6 tahun saya selalu bawa mobil/nyopir sendiri di AS dan sekitar 2 tahun ikut mobil teman di Eropah (Perancis). Saya tidak pernah menemukan layananan BBM dengan menggunakan sepeda motor. Yang namanya kehabisan BBM ditengah jalan, bisa terjadi kepada siapapun karena kemacetan yang parah, lalai dalam mengontrol penunjuk posisi BBM dimobil selama di jalan toll atau di Interstate Highway. Meski layanan PERTAMINA seperti ini hanya pada waktu musim MUDIK, ini harus dihargai. SOC (State Oil Company) kita ini harus didukung untuk kembali mengelola kekayaan migas nasional mulai hulu hingga hilir, sesuai Konstitusi, dalam struktur perusahaan migas yang terintegrasi (Integrated State Oil Company). Setelah dua dekade SOC kita ini “diporakporandakan” oleh UU Migas No.22/2001 yang telah sama-sama kita ketahui dampaknya antara lain: produksi crude yang terus anjlok karena anjloknya investasi explorasi padahal secara geologis potensi resource-hydrocarbon yang ada diperut bumi dari Negara seluas Eropa dan juga seluas AS ini, masih relatif sangat besar dan teknologi explorasi terus berkembang. Pola “B2G” yang dianut oleh UU Migas No.22/2001 disamping bertentangan dengan Konstitusi juga telah menciptakan sistem yang tidak efisien dimana investasi sektor hulu sangat birokratik, butuh perijinan yang sangat banyak untuk melakukan kegiatan explorasi. Lembaga pengelola (d/h BP MIGAS , kini SKK MIGAS) melanggar Konstitusi. Hal ini telah menimbulkan KETIDAKPASTIAN yang berkepanjangan dan telah men-discourage investasi. Disisi hilir, kapasitas kilang STAGNANT. Muara dari kesalahan tata kelola ini antara lain. adalah: sektor migas telah berubah menjadi Sektor yang menjadi penyebab utama dari terjadinya defisit neraca pembayaran.
Solusi: Oleh karena ketidakpastian payung hukum yang sangat lama dan sangat merugikan Industri Migas dan Ekonomi Nasional, sehingga sudah tergolong sudah SANGAT DARURAT, maka Saya mengharap Pemerintahan Baru nanti bisa segera mengeluarkan PERPPU mencabut UU Migas No.22/2001 dan Kembali ke UU No8/1971 yang disempurnakan. Saya ragu DPR Periode 2014-2019 bisa menghasilkan UU Migas yang baru.
(Dr. Kurtubi – Alumnus Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia)