Jakarta, REPORT INONESIA – SETARA Institute kembali menggelar acara Diskusi Publik dan Media dengan Tema : “Menguak Fakta Aktual Radikalisme dan Terorisme di Indonesia” , Hari Selasa, (22/5/2018) di Hotel Ashley, Jl. Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.
Pembicara yang hadir diantaranya:
1. Sidney Jones (IPAC)
2. Irjen Pol (P) Benny J Mamoto (UI/Sekolah Kajian Strategic Global)
3. Ahmad Taufan Damanik, Ketua Komnas HAM
4. Retno Liystiarti, Komisioner KPAI
5. Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute.
Dalam kesempatan diskusi, Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos menyatakan bahwa kontra radikalisasi sepertinya menjadi isu yang tidak menjadi terlalu prioritas.
” Untungnya dalam UU Terorisme ada satu hal yang baik adalah memberikan basis hukum yang tegas kepada posisi BNPT. Karena disitu BNPT mempunyai kewajiban untuk membuat strategi dan kebijakan ataupun program untuk memberantas terorisme juga kontra radikalisasi. Isu kontra radikalisasi inilah yang menjadi perhatian kita bersama,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menyatakan bahwa dalam kasus terorisme, koridor Hak Azasi Manusia tetap akan dijadikan pegangan oleh Komnas HAM.
” Kita memahami bahwa ada ancaman yang memang itu serius, apa yang kita sebut sebagai terorisme dan radikalisasi di Komnas HAM, ekstrimisme kita jadikan sebagai isu politik yang serius, setelah kasus HAM berat, Kontra Agraria, ekstrimisme, radikalisme, ujaran kebencian, diskriminasi dan persekusi, meskipun belum tentu terkait dengan terorisme,” ungkap Ketua Komnas HAM.
Sementara itu, Komisioner KPAI, Retno Listyarti menyatakan bahwa KPAI terkejut ternyata bukan hanya perempuan tetapi anak-anak juga dilibatkan dalam peristiwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh teroris.
Menurutnya, dari fakta ini bisa menjelaskan bahwa telah muncul teroris baru yaitu teroris keluarga. Karena mereka yakin amaliah yang mereka lakukan bisa sekaligus membawa anak-anaknya naik ke surga bersama orang tuanya.
” Dari sisi anak-anak, mereka tidak mengerti bahaya dan resiko. Dari sisi anak-anak bisa menjadi yang belum paham resiko dan bahaya ketika senjata mainan diganti menjadi bom betulan, kemungkinan bisa menjadi lebih seperti berpetualang, itu yang didoktrin. Kemudian si anak tidak sadar, ketika dikorbankan oleh ideologi kekerasan oleh kedua orang tuanya,” ungkapnya.
Menurut Komisioner Komnas HAM, Retno Listyarti, orang tua tetap sebagai pelaku dan anak tetap sebagai korban. Salah satunya sebagai korban salah pengasuhan yang dilakukan oleh orang tuanya. (Mistqola)