Jakarta, REPORT INDONESIA – Peristiwa peledakan bom oleh kelompok teroris JAD di beberapa tempat di Surabaya beberapa waktu lalu, harus dilihat bukan sebagai indikasi kekuatan ekstrimis, tetapi justru ada indikasi kelemahan.
Demikian ungkap Sidney Jones, Direktur Institute For Policy Analysis Of Conflict (IPAC) dalam acara Diskusi Publik dan Media yang diselenggarakan oleh SETARA Institute Di Hotel Ashley Jl. KH. Wahid Hasyim Jakarta Pusat, Selasa(22/5/2018).
Menurut Sidney, kelompok ekstrimis di Indonesia sekarang ini sedang mencari taktik-taktik yang spektakuler untuk melakukan aksi terornya di depan umum.
” Jadi menurut saya kita harus lihat ektrimisme sebagai sesuatu yang justru tidak punya kekuatan yang besar di Indonesia, walaupun apa yang terjadi selama bulan Mei 2018 mungkin menjadi sesuatu yang agak menakutkan,” ungkapnya.
Menurut pandangan Sidney, kita harus lihat apa yang terjadi di Suriah, kalau kita lihat dari tahun 2014, waktu Khilafah diumumkan sampai dengan sekitar tahun 2016, itu seperti tidak banyak aksi teror di Indonesia, ada tetapi tidak terlalu banyak karena semua energi orang militan diarahkan untuk berhijrah. Mereka mau ke Suriah, jadi lebih penting bergabung dengan jihad di Timur Tengah daripada melakukan jihad di Indonesia.
” Sekarang hampir tidak ada yang mau berhijrah karena ISIS hampir tidak ada lagi di Timur Tengah. Walaupun kami masih belum lihat banyak orang kembali dari Suriah itu berarti bahwa orang yang Pro ISIS yang ada di Indonesia tidak lagi akan mengarahkan energi mereka untuk ke luar negeri tetapi justru akan melakukan aksi terornya di Indonesia,” jelas Sidney.
Sedangkan Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategik Dan Global Universitas Indonesia menjelaskan bahwa para teroris memiliki buku panduan bagaimana menghindari pelacakan aparat, bagaimana menghadapi interogator.
Benny Mamoto juga menjelaskan tentang perkembangan ISIS di Afghanistan yang eksis dalam melakukan serangan dengan Taliban itu sangat berbahaya karena Taliban punya sumber dana yang tiada habisnya dari Narkoba, dimana 80 persen pasokan heroin di dunia adalah dari Afghanistan, ini masalah tersendiri kedepannya. Hingga pergeseran yang terjadi dari Syria dan ke Marawi dan ke Afghanistan, ini jadi pekerjaan rumah buat PPATK.
” Berbagai macam medsos yang sekarang berkembang, apakah ujaran kebencian,berita palsu (Hoax), hal-hal yang menyesatkan, ini masuk kelompok yang suporter pasif. Ketika kita menangani teror ini mengandalkan kekerasan, maka yang terjadi adalah kekerasan,” ungkap Benny Mamoto.
Menurutnya, kelompok teroris mencari kematian, mereka siap menderita, siap sakit. Justru mereka merasa kalau dipukuli oleh polisi bisa naik kelas. Dari apa yang selama ini kita lakukan terhadap para teroris, disamping proses hukum juga kami memulai proses deradikalisasi sejak awal dan tidak menunggu di Lapas. (Mistqola)